Senin, 31 Desember 2012

Ghibah


Ghibah atau gosip merupakan sesuatu yang dilarang agama. Dalam satu riwayat dari Abu Hurairah, terdapat percakapan sahabat dengan Rasululloh.
“Apakah ghibah itu?” Tanya seorang sahabat pada Rasululloh saw. “Ghibah adalah memberitahu kejelekan orang lain!” jawab Rasul. “Kalau keadaaannya memang benar?” Tanya sahabat lagi. ” Jika benar itulah ghibah, jika tidak benar itulah dusta!” tegas Rasululloh.

Dalam Al Qur’an (QS 49:12), orang yang suka meng-ghibah diibaratkan seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Jabir bin Abdullah ra. meriwayatkan, “Ketika kami bersama Rasululloh saw tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat seperti bau bangkai. Maka Rasul pun bersabda, “Tahukah kalian, bau apakah ini? Inilah bau dari orang-orang yang meng-ghibah orang lain”. (HR Ahmad)

Dalam hadits lain dikisahkan bahwa Rasululloh pernah bersabda, “Pada malam Isra’ mi’raj, aku melewati suatu kaum yang berkuku tajam yang terbuat dari tembaga. Mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka sendiri. Lalu aku bertanya pada Jibril, `Siapa mereka?’ Jibril menjawab, `Mereka itu suka memakan daging manusia, suka membicarakan dan menjelekkan orang lain, mereka inilah orang-orang yang gemar akan ghibah!’ (dari Abu Daud berasal dari Anasbin Malik ra).

Begitulah ALLAH mengibaratkan orang yang suka mengghibah dengan perumpamaan yang sangat buruk untuk menjelaskan kepada manusia, betapa buruknya tindakan ghibah.

. Meng-ghibah kadang mendapat pembenaran dengan dalih, “Ini fakta, untuk diambil pelajarannya!”. Padahal di balik itu lebih banyak faktor ghibahnya daripada pelajarannya.

Syaitan dengan mudahnya mempengaruhi kebanyakan hati kita sehingga mungkin kita tengah menumpuk dosa akibat pergunjingan. Setiap orang mempunyai harga diri yang harus dihormati. Membuat malu seseorang adalah perbuatan dosa. “Tiada seseorang yang menutupi cacat seseorang di dunia, melainkan kelak di hari kiamat ALLOH pasti akanmenutupi cacatnya” (HR. Muslim). Sosialisasi pergunjingan di televisi bagaimanapun harus dihindari. Jangan sampai kita merasa tidak berdosa melakukannya. Bahkan merasa terhibur dengan informasi semacam itu. Kita mesti berhati-hati. Bahaya ghibah harus senantiasa ditanamkan agar kita senantiasa sadar akan bahayanya.

Menangkal Ghibah

Penyakit yang satu ini begitu mudahnya terjangkit pada diri seseorang. Bisa datang melalui televisi, bisa pula melalui kegiatan arisan, berbagai pertemuan, sekedar obrolan di warung belanjaan, bahkan melalui pengajian. Untuk menghindarinya juga tak begitu mudah, mengharuskan kita ekstra hati-hati, caranya?

1. Berbicara Sambil Berfikir
Cobalah untuk berpikir sebelum berbicara, “perlukah saya mengatakan hal ini?” dan kembangkan menjadi, “apa manfaatnya? Apa mudharatnya?” Berarti, otak harus senantiasa digunakan, dalam keadaan sesantai apapun. Seperti Rasululloh saw yang biasanya memberi jeda sesaat untuk berfikir sebelum menjawab pertanyaan orang.

2. Berbicara Sambil Berdzikir
Berzikir di sini maksudnya selalu menghadirkan ingatan kita kepada ALLOH swt. Ingatlah betapa buruknya ancaman dan kebencian ALLOH kepada orang yang ber-ghibah. Bawalah ingatan ini pada saat berbicara dengan siapa saja, di mana saja dan kapan saja.

3. Tingkatkan Rasa Percaya Diri
Orang yang tidak percaya diri, suka mengikut saja perbuatan orang lain, sehingga ia mudah terseret perbuatan ghibah temannya. Bahkan ia pun berpotensi menyebabkan ghibah, karena tak memiliki kebanggaan terhadap dirinya sendiri sehingga lebih senang memperhatikan, membicarakan dan menilai orang lain.

4. Buang Penyakit Hati
Kebanyakan ghibah tumbuh karena didasari rasa iri dan benci, juga ketidakikhlasan menerima kenyataan bahwa orang lain lebih berhasil atau lebih beruntung daripada kita. Dan kalau dirinya kurang beruntung, diapun senang menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih sengsara daripada dirinya.

5. Posisikan Diri
Ketika sedang membicarakan keburukan orang lain, segera bayangkan bagaimana perasaan kita jika keburukan kita pun dibicarakan orang. Seperti hadis yang menjanjikan bahwa ALLAH akan menutupi cacat kita sepanjang kita tidak membuka cacat orang lain. Sebaliknya tak perlu heran jika ALLAH pun akan membuka cacat kita di depan orang lain jika kita membuka cacat orang.

6. Hindari, Ingatkan, Diam atau Pergi
Hindarilah segala sesuatu yang mendekatkan kita pada ghibah. Seperti acara-acara bernuansa ghibah di televisi dan radio. Juga berita-berita korandan majalah yang membicarakan kejelekan orang. Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan kesalahannya. Jika tak mampu, setidaknya Anda diam dan tak menanggapi ghibah tersebut. Atau Anda memilih hengkang dan `menyelamatkan diri’.

Rabu, 26 Desember 2012

Kabupaten dan Kota di Provinsi D.I Aceh


Berikut nama kabupaten/kota yang ada di provinsi tanah rencong tersebut.
No.Kabupaten/KotaPusat PemerintahanKecamatan
1.Kab. Aceh BaratMeulaboh12
2.Kab. Aceh Barat DayaBlangpidie9
3.Kab. Aceh BesarKota Jantho23
4.Kab. Aceh JayaCalang6
5.Kab. Aceh SelatanTapak Tuan16
6.Kab. Aceh SingkilSingkil10
7.Kab. Aceh TamiahKarang Baru12
8.Kab. Aceh TengahTakengon14
9.Kab. Aceh TenggaraKutacane11
10.Kab. Aceh TimurIdi Rayeuk21
11.Kab. Aceh UtaraLhoksukon27
12.Kab. Bener MeriahSimpang Tiga Redelong7
13.Kab. BireunBireun17
14.Kab. Gayo LuasBlang Kejeren11
15.Kab. Nagan RayaSuka Makmue5
16.Kab. PidieSigli22
17.Kab. Pidie JayaMeureudu8
18.Kab. SimeulueSinabang8
19.Kota Banda AcehBanda Aceh9
20Kota LangsaLangsa5
21.Kota LhokseumaweLhokseumawe4
22.Kota SabangSabang2
23.Kota SubulussalamSubulussalam5
JUMLAH264



Jumlah Provinsi di Indonesia Sekarang | Tahun 2012


Berikut ini nama-nama provinsi dan jumlah provinsi di Indonesia sekarang :
NO.PROVINSIJUMLAH
KABUPATENKOTATOTAL
1NANGROE ACEH DARUSALAM18523
2SUMATERA UTARA25833
3SUMATERA BARAT12719
4RIAU10212
5JAMBI9211
6SUMATERA SELATAN11415
7BENGKULU9110
8LAMPUNG12214
9KEP. BANGKA BELITUNG617
10KEP. RIAU527
11DKI JAKARTA156
12JAWA BARAT17926
13JAWA TENGAH29635
14BANTEN448
15JAWA TIMUR29938
16YOGYAKARTA415
Dari 16 provinsi di atas, Pulau Sumatra terdiri dari 10 provinsi, dan 6 provinsi di Pulau Jawa. Dan DKI jakarta adalah ibu kota negara Indonesia. Untuk kolom yang berada di kanan, adalah jumlah dari kabupaten dan kota yang berada di tiap-tiap provinsi.

17BALI819
18NUSA TENGGARA BARAT8210
19NUSA TENGGARA TIMUR20121
20KALIMANTAN BARAT12214
21KALIMANTAN TENGAH13114
22KALIMANTAN SELATAN11213
23KALIMANTAN TIMUR10414
24SULAWESI UTARA11415
25SULAWESI TENGAH10111
26SULAWESI SELATAN21324
27SULAWESI TENGGARA10212
28GORONTALO516
29SULAWESI BARAT505
30MALUKU9211
31MALUKU UTARA729
32PAPUA28129
33PAPUA BARAT10111
Di pulau Bali, masih terdapat 1 provinsi saja, dilanjutkan Nusa Tenggara yang terbagi menjadi 2, Pulau Kalimantan sebanyak 4, Sulawesi berjumlah 6, Maluku menjadi 2 dan terakhir adalah Papua menjadi Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dari data di atas kita sudah mengetahui berapa banyak provinsi di negara kita ini. Sekarang bukan 27 namun Jumlah Provinsi di Indonesia Sekarang Tahun 2012 adalah 33 provinsi. Kemudian, jumalh kabupaten di Indonesia sebanyak 399 dan 98 Kota. Total semuanya kabupaten dan kota sebanyak 497.
Kemudian yang selanjutnya adalah nama-nama ibu kota tiap-tiap provinsi :
NANGROE ACEH DARUSALAM; Nama Ibu Kota : Banda Aceh
SUMATERA UTARA; Nama Ibu Kota : Medan
SUMATERA BARAT; Nama Ibu Kota : Padang
RIAU; Nama Ibu Kota : Riau
JAMBI; Nama Ibu Kota : Jambi
SUMATERA SELATAN; Nama Ibu Kota : Palembang
BENGKULU; Nama Ibu Kota : Bengkulu
LAMPUNG; Nama Ibu Kota : Bandar Lampung
KEP. BANGKA BELITUNG; Nama Ibu Kota : Pangkal Pinang
KEP. RIAU; Nama Ibu Kota : Tanjung Pinang
DKI JAKARTA; Nama Ibu Kota : Jakarta Pusat
JAWA BARAT; Nama Ibu Kota : Bandung
JAWA TENGAH; Nama Ibu Kota : Semarang
BANTEN; Nama Ibu Kota : Serang
JAWA TIMUR; Nama Ibu Kota : Surabaya
YOGYAKARTA; Nama Ibu Kota : Yogyakarta
BALI; Nama Ibu Kota : Denpasar
NUSA TENGGARA BARAT; Nama Ibu Kota : Mataram
NUSA TENGGARA TIMUR; Nama Ibu Kota : Kupang
KALIMANTAN BARAT; Nama Ibu Kota : Pontianak
KALIMANTAN TENGAH; Nama Ibu Kota : Palangkaraya
KALIMANTAN SELATAN; Nama Ibu Kota : Banjarmasin
KALIMANTAN TIMUR; Nama Ibu Kota : Samarinda
SULAWESI UTARA; Beribu kota di : Manado
SULAWESI TENGAH; Beribu kota di : Palu
SULAWESI SELATAN; Beribu kota di : Makassar
SULAWESI TENGGARA; Beribu kota di : Kendari
GORONTALO; Beribu kota di : Gorontalo
SULAWESI BARAT; Beribu kota di : Mamuju
MALUKU; Nama Ibu Kota : Ambon
MALUKU UTARA; Nama Ibu Kota : Sofifi
PAPUA; Nama Ibu Kota : Jayapura
PAPUA BARAT; Nama Ibu Kota : Manokwari






“Syair Cinta Dalam Istikharahku”


“Syifa, Syifa kamu dimana nak?” terdengar suara Umi dari halaman depan memanggilku, ada apa ya?
“Tok Tok” ada yg mengetuk pintu kamarku,
“Ayo cepat kita sambut Para Da’i yg akan tinggal satu minggu disini 
untuk pelatihan dan membantu mengajar santri di tempat kamu kerja” suara Abi dari depan kamar
“Iya Abi” sahutku pelan
“Lo Kok suaramu gak semangat gitu?” Abi melanjutkan!
“Ini sedang siap siap Abi” sepertinya Abi tau kalau aku malas menyambut mereka, sebenarnya bukan malas sih, tapi aku takut. Takut ga bisa mengontrol diri, dan pandangan ini harus kujaga juga dari mereka. Tapi yah mau bagaimana lagi. Mereka pelatihannya di tempat aku mengajar, nanti mereka juga akan bekerja denganku disana, mau ga mau harus kenal juga kan. Bismillah. Ya Allah semoga Hamba tidak menjadi fitnah bagi mereka nantinya selama kami bekerja sama.
Setelah berjalan beberapa meter sampailah kami di Sekolah tempat aku bekerja, mereka disambut di sana, Semua pihak yg berkaitan dengan MTs Negeri Al-Muttaqin datang menyambut mereka, tak terkecuali aku. Mereka datang berlima, ditemani Pembimbing mereka. 
“Selamat datang di Sekolah kami, MTs Negeri Al-Muttaqin” Pak H. Saiful membuka percakapan sekaligus sambutan untuk mereka. Beliau adalah kepala sekolah disini. Selama beliau menyampaikan pembukaannya, aku hanya menunduk saja sambil mendengarkan beliau, karna aku ga tau harus bersikap seperti apa, memerhatikan wajah mereka satu persatu kan ga mungkin, mengobrol dengan akhwat yg lain? Juga ga mungkin, karna mereka juga menunduk dan hanya memperhatikan beliau.

“Saya persilahkan teman teman dari Pesantren Nurul Musthofa untuk memperkenalkan diri masing masing” Lanjut beliau setelah memberikan kata sambutan.
Merekapun memperkenalkan diri satu persatu dan mataku mengikuti setiap suara dari mereka dan aku menunduk lagi, dan tibalah giliran kami memperkenalkan diri.
Setelah perkenalan selesai, Kepala sekolah lagu menugaskan 5 orang staf sekolah untuk mendampingi mereka. Aku berdoa semoga namaku tidak disebut.
“Syifa, Kamu akan menemani Nabil bertugas selama seminggu ia berada disini” Ternyata, namaku yg disebut pertama kali.
“Iya Pak” Jawabku singkat.

Lalu beliau menugaskan staf yg lain untuk mendampingi yg lainnya.
“Teman teman dari Pesantren Nurul Musthofa akan tinggal di Aula Kantor Kepala Desa, sy sudah meminta izin, Alhamdulillah tidak ada kegiatan seminggu ke depan di Aula dan Beliau mengiyakan. Kami harapkan kehadiran teman teman disini bisa membimbing anak anak didik kami . Sekian dan terima kasih wassalamualaikum wr wb” Beliau menutup pertemuan ini.
Sekarang hari Pertama aku mendampingi Nabil bekerja, Semoga semuanya berjalan lancar. Aamiin ya Rabb. Bismillah!

“Abi, Umi, Syifa berangkat dulu” aku menghampiri Abi dan Umi yg sedang asik berkebun
‘Iya, Hati hati’ mereka menyahut bersamaan.
“Abi, lihat deh anak Abi kok beda ya hari ini, terlihat lebih cantik, rapih dan bersemangat” Umi menggoda Abi
Iya Umi, kan mau menemani seorang Da’I’ Abi menambahkan
“’Astaghfirullah, Umi, Abi. Saya kan biasa seperti ini setiap hari, jangan pada ngaco deh, udah mending Abi dan Umi lanjutin berkebunnya berduaan.. Assalamualaikum wr wb”’
Aku segera kabur, Ya Allah… punya orang tua usil banget sih. Tapi jadi kepikiran kata kata Umi, masa iya aku terlihat berbeda kali ini gara gara Nabil? Inikan dandanan ku setiap hari. Baju Gamis yg terlihat seperti daster lengkap dengan kaus tangan dan kaki, Jilbab besar, dan tanpa make up dan parfum. Apa iya?? Astaghfirullah, Ya Allah Ampuni Hamba… jauhkanlah pikiran semacam itu dari kepala hamba…

“Assalamualaikum” tiba tiba ucapan salam membuyarkan lamunanku di persimpangan jalan menuju sekolah.
“Waalaikumsalam” jawabku, ternyata Nabil
“Mau berangkat ke sekolah?” tanyanya lembut
“Iya Akhi” jawabku singkat sambil menunduk
“Kalau begitu saya duluan ya” ia melanjutkan seraya berlalu
Alhamdulillah, Kupikir ia akan mengajak jalan bersamaan.
Tak banyak komunikasi langsung yg terjalin, karena aku menghindari itu, sepertinya dia juga. Kami hanya berbicara seperlunya saja seputar kegiatan di Sekolah. Saya bahkan tidak menanyakan Umur atau No Hp-nya, seperti yg dilakukan staf lain dengan Da’I yg mereka bantu bahkan lebih jauh tentang latar belakang mereka.

Hari Kedua, Semoga Abi dan Umi ga Usil lagi gumamku!
“Abi, Umi. Syifa berang…kat” alangkah kagetnya aku menemukan Abi, Umi, dan Nabil sedang berbincang-bincang di taman belakang.
“Syifa, Buatkan The untuk Abi dan nak Nabil ya” Pinta Umi
“Iya Umi” aku beranjak ke dapur membuat teh, kenapa ya kok pagi pagi Nabil sudah disini? Gumamku heran.
“ Kami sedang mengobrol dengan nak Nabil. Dia kemari menanyakan seputar pengalaman Abi” Umi menjawab rasa penasaran yg terbaca jelas di wajahku, oh ternyata karna itu, kupikir ada apa pagi pagi sekali Nabil datang kerumah, memang sih Abi punya pengalaman yg banyak soal berdakwah.
“Saya berangkat ya, Assalamualaikum” aku buru buru menyela, Alhamdulillah, lolos! 
“Syifa” Deg! Ya Allah kenapa Umi manggil lgi sih?
“Berangkatnya sama nak Nabil saja” Umi menyambung, Ya Allah… Kuatkan Hamba.. Ada apa sih dengan Umi? Abi? Hhh…
“Iya Umi” Langkahkupun terhenti di halaman depan menunggu Nabil muncul dari dalam rumah.
“Ayo berangkat” katanya mendahuluiku,
“Tunggu dulu, saya sedang menunggu seseorang” kelitku, semoga ada siswa yg lewat biar kami jalan bertiga. Alhamdulillah ada Faridh, anak kelas IX yg lewat di depan rumah. Buru buru aku memanggilnya dan mengajaknya berangkat bersama kami. Sepanjang perjalanan kami mengobrol seputar pengalaman masing masing dan kegiatan di sekolah. Rasanya sedikit tenang mengobrol dengannya karna ada Faridh, meskipun begitu entah kenapa hati dan pikiran ini berkecamuk ingin menanyakan banyak hal kepada Nabil, tpi aku berusaha mengontrol diri dengan berdzikir.

Sama seperti kemarin kemarin, kami hanya berkomunikasi seperlunya saja. Menemaninya mengajar, memenuhi kebutuhan sekolah yg ia perlukan, membantunya jika kesulitan berkomunikasi dengan siswa. Tapi dia cepat akrab rupanya dengan lingkungan termasuk para siswa. Caranya mengjarpun luar biasa, tak pernah kulihat siswa seaktif ini dan cepat sekali memamhami materi yg disampaikan, meskipun aku hanya staf biasa, tapi aku juga sering mengamati gerka gerik siswa disini ketika mengantar keperluan guru ke kelas.
Keesokan harinya, Nabil datang lagi kerumah membawa dua orang siswi. Umi memintaku menemani Rani dan Farah sementara mereka mengobrol. Entah apa yg mereka obrolkan. Begitu mereka selesai kami berangkat bersamaan lagi. Seperti biasa tak banyak yg kami bicarakan, sesekali kulihat wajahnya ketika kami terdiam, Subhanallah, ternyata dri mulutnya terlihat jelas dia mengucapkan Lafazd Dzikir. Aku buru buru berpaling dan beristighfar… Ya Allah Kuatkan Hamba!

Entah mengapa aku semakin asik memandanginya mengajar, Ya Rabbi… sesekali kami dan staf beserta Da’I yg lain ke kantin bersama, hanya saja, tidak bercampur, akhwat dengan akhwat dan sebaliknya.. 

Hari ini dia mendapat tugas tambahan memberikan materi tambahan kepada siswa kelas IX, mau tidak mau aku harus menemaninya… perasaanku aneh dan aku tidak tau harus bersikap senang, sedih, biasa, atau takut? Sepertinya aku harus bersikap takut, takut kepada Allah…
Setelah jam usai; 
“Terima kasih, maaf sudah menyita waktu dan merepotkan” katanya ketika kami melangkah keluar dari kelas
‘Tak apa, ini sudah tugas saya’ jawabku pelan
“Dan Maaf, Aku tidak bisa ikut mengantar, biar mereka yg mengantarmu, kurasa itu lebih baik” katanya lagi seraya menunjuk Rani dan Fara.
‘Ya, tidak apa apa, terima kasih, Assalamualaikum, yuk Rani, Farah’ balasku seraya menggandeng tangan mereka, setidaknya aku bisa lega, bisa tidak berada didekatnya, tapi kenapa dengan Rani dan Farah lagi? Apakah mereka sudah seakrab itu? Wallahu a’lam.

Hari inipun Nabil datang, bahkan ia datang disore hari sejak kemarin. Apa tidak ada kegiatannya di Aula sehingga Nabil rutin sekali berkunjung? Apa yg Abi dan Umi obrolkan dengannya? Kenapa mereka terlihat semakin dan sangat akrab? Masa iya selalu menanyakan pengalaman Abi setiap hari kesini? Sampe bela belain ikut berkebun juga? Atau mungkin..??? jangan jangan…?? Dan segudang pertanyaan dan terkaan mencuat dari kepalaku, Lekas lekas aku beristighfar… Ya Allah jauhkan Hamba dari berburuk sangka. 

Matahari sudah mempakkan mega meganya, Nabil pun bersalaman dan pamit.
“Syifa, Antar Nabil kedepan” Pinta Umi
Lagi! Untungnya cuma sampai depan. Tapi ini kesempatan buatku untuk bertanya, tidak! Sanggupkah aku? Tidakkah itu Lancang? Ya Allah… Sejenak otakku bekerja begitu cepat sampai terasa panas dan…
“Akhi, bo.. boleh bertanya seuatu?” aku bertanya terbata
‘Ya, Silahkan’
“Maaf Sebelumnya, mungkin ini tidak layak saya tanyakan karena terkesan ikut campur. Tapi sy benar benar penasaran. Sebenarnya apa yg akhi bicarakan dengan Abi dan Umi?”
‘Aah, saya kira mau bertanya apa dengan muka tegang begitu’ jawabnya dengan senyum simpul, aku lekas menunduk, sepertinya Syaitan sudah bermain main karna entah kenapa ia terlihat… Subhanallah… Astaghfirullah… aku tak layak melanjutkannya, sesungguhnya Pujian hanya untuk-Mu ya Rabb…
‘sy bertanya tentang pengalaman Abi dan Umi, begitupun sebaliknya Ani dan Umi bertanya tentang pengalaman sy’ jawabnya singkat
“Itu saja” Sambungku cepat penuh ingin tau, Maafkan Hamba ya Rabb…
‘Tentu saja kami mebicarakan keadaan sekolah, desa, dan kegiatan kegiatan yg ada sebelum saya datang’ 
“Terus?” dengan cepat kulanjutkan sebelum ia berlalu
‘Terus… yaah itu saja, saya pamit Assalamualaikum’
“Waalaikumsalam” jawabannya yg terakhir jelas seperti ada yg disembunyikan. Terlihat jelas dari raut wajah dan senyum yg dipaksakan. Apa aku tanya Abi atau Umi? Aaah sebaiknya tidak usah, tidak baik akhwat membicarakan ikhwan dihadapan orang tua, apalagi Umi kan suka ngasi ngasi ‘Bumbu’ … tapi aku penasaran sekali… akhirnya kuputuskan mengubur rasa penasaranku dan memilih diam.

Setelah Sholat ‘Isya aku mengerjakan tugas sekolah, makan malam, lalu bersiap untuk tidur. Tiba tiba saja aku memikirkan Nabil. Jujur, dia sosok laki laki Sholeh dimataku, laki laki yg diidamkan oleh wanita sholehah. Meskipun tingkahnya misterius dan agak aneh. Tapi kekagumanku padanya terus bertambah setiap hari… Seandainya saja.. Hmmm… Ya Rabbi… Astaghfirullah, lekas ku buyarkan angan angan itu, aku beranjak dari lamunanku dan mengambil air wudhu, lalu sholat dua rekaat dan tidur.

Astaghfirullah… Mimpi apa aku barusan? Menikah dengan Nabil? Tanpa berlama lama aku langsung mengambil air wudhu dan Sholat Tahajjud, kutenangkan hati dan pikiran dengan Dzikir dan Membaca Quran, setelah itu aku berdoa;
“Ya Allah, jangan kau biarkan hamba mencintai seseorang melebihi rasa cinta hamba kepada-Mu. Jika tiba saatnya hamba merasakan cinta, maka cintakanlah hamba dengan seseorang yg mencintai-Mu melebihi apapun. Agar ia dapat membimbingku semakin dekat dengan cinta-Mu. Engkaulah satu satunya pemilik cinta yg Hakiki, Ya Allah Jauhkanlah hamba dari tipu daya Syaitan yg samar tapi nyata menjerumuskan manusia dengan memperindah maksiat”
Entah mengapa aku berdoa begini? Apakah karena mimpi barusan? Atau karena aku masih meikirkan Nabil? Atau karena perasaan kagumku yg salah kuartikan? Entahlah, aku berdoa semoga syaitan tidak ikut andil dalam hal ini…

Hari kelima, Nabil tidak datang kerumah paginya, aku juga tidak bertemu dengannya di sekolah, padahal teman temannya yg lain datang. Sorenya dia juga tak datang kerumah. Ada apa? Lagi lagi aku dibuat bingung, tapi untuk apa aku bingung? Kenapa harus memikirkannya? Sudahlah!
Malamnya aku terbangun lagi, dengan mimpi yg sama, menikah dengan Nabil. Ada apa ini ya Allah… Tanpa pikir panjang kusucikan diri dan kugelar sajadahku, akupun hanyut dalam dzikir dan tasbih.

Hari Keenam, dia tak datang kerumah maupun kesekolah. Aku jadi sering memikirkannya, melamun sedikit saja pasti langsung memikirkannya. Di sekolah aku berusaha mencari kesibukan setelah semua tugasku selesai agar tidak melamun. Tapi semua sudah beres, benar benar tidak ada pekerjaan. Akhirnya kuajak salah seorang staf untuk menemaniku sekedar ngobrol dikantin, dan aku keceplosan bertanya soal Nabil yg tak pernah kelihatan dua hari belakngan ini.
“Iya sedang sibuk di pesantren menggembleng santri baru dan mengurus surat surat dan syarat syarat yg dibutuhkan nantinya” jawabnya singkat, oh ternyata, kukira ada apa, perasaanku entah kenapa lega mendengar semua ini,
“Oya, besok perpisahan, jangan lupa datang ya” Temanku melanjutkan.
Deg! Deg! Kenapa aku merasa aneh mendengar kalimat ini, seperti tidak mau, tidak siap, dan seketika aku sedih… ya Rabbi… kuatkan hamba, jauhkan hamba dari godaan syaitan yg suka mempermainkan hati manusia dengan bisikian bisikannya yg menjerumuskan…
Aku pulang dengan wajah tidak semangat…
“Kamu kenapa” sapa Abi,
‘Capek’ jawabku malas
“’Nabil kok gak kelihatan? Dia kemana aja?”’ susul Umi dari belakang dengan khawatir seolah olah Nabil adalah anggotak keluarga ini yg dikhawatirkan karna tidak muncul 2 hari saja…
Aku menjelaskan kepada Abi dan Umi apa yg kuketahui, dan mereka langsung terlihat lega.
Aneh. Benar benar aneh. Semenjak Nabil datang, Abi dan Umi jadi aneh, bahkan aku juga jadi aneh, dasar penular virus ‘aneh’ keluhku.

Malamnya aku tak lupa bersujud menenangkan diri, berdzikir menghilangkan pikiran tentang Nabil yg terus menghantuiku. Dan sepertinya itu tidak berhasil!
Aku bermimpi menikah dengan Nabil lagi. Lekas ku berdzikir sekuat hati, mengambil air wudhu, shalat tahajjud dan istikharah. Entah darimana datangnya air mata ini tiba tiba mengucur ketika memikirkan perpisahan dengan Nabil, Ya Allah.. aku terus berdzikir sambil berdoa agar Allah mengusir jauh jauh syiatan yg akan memprkeruh suasana hatiku.. tapi tidak bisa, tetap saja aku semakin sedih dan gundah, setelah kuputusakan membaca Al Quran, aku merasa tenang, berangsur rasa damai menyelusup dalam hati.. Ya Rabb, Sungguh Al Quran adalah obat hati yg paling mujarab…

Sesaat aku termenung dan mengingat kata ustadzahku dulu,
“Ketika Akhwat jatuh Cinta, hendaknya ia banyak mengingat Allah dan berdoa dihindarkan dari godaan syaitan yg terkutuk, Perbanyak Ibadah dan kegiatan positif untuk menyibukkan diri, jika perasaan itu terlalu kuat, mintalah petunjuk kepada Allah, gelar sajadah dan dirikan istikharah. lalu tulislah ungkapan perasaan pada secarik kertas, saat menulis luapkan semuanya disana, emosi, perasaan dan pikiran. Dan jangan melupakan Allah pada tulisan itu”
Semuanya sudah kulakukan, hanya satu yg belum, menulis perasaanku pada secarik kertas..

~~**~~“Syair Cinta Dalam Istikharahku”~~**~~
Ya Allah, buanglah perasaan hamba dari Nabil jika ia bukan calon imamku, aku ingin perasaan cintaku hanya untuk imamku, aku ingin menjaga perasaan ini untuknya, perassan manusiawi yg secuil ini, perasaan manusiawi yg Kau jadikan fitrah untuk setiap insan, aku ingin menjaga perasaan ini agar tetap suci dan hanya untuk calon imamku saja.
ya Rabbi, dilubuk hatiku, aku berharap dia menjadi imamku, tapi jika kehendakMu lain, maka kumohon segera lenyapkan perasaan ini, aku tidak mau memiliki rasa cinta yg salah sasaran , jangan sampai perasaan ini berlabuh pada bukan dermaganya, jangan sampai hamba teriris pada akhirnya ketika ia mengkhitbah wanita lain.
Ya Rabbi, Cintakanlah Hamba pada orang yg Mencintaimu melebihi Apapun, orang yg dapat membimbing hamba menuju Ridho dan cintaMu yg Hakiki
Aamiin ya Rabb!
~~**~~**~~**~~

Paginya, aku buru buru berangkat ke sekolah tanpa sempat merapihkan tempatku menulis semalam, semoga saja aku tidak terlambat, 
“Abi , Umi, saya berangkat dulu” 
‘Abimu sudah pergi ke Sekolah’ Umi Menyahut, 
“Apa? Sekolah?” Aku kaget, kenapa Abi sudah disekolah sepagi ini?
‘Kenapa buru buru begitu?’ Umi bertanya
Ada perpisahan dengan para Da’I Umi”
‘Iya, Umi tau… ehmm bertemu untuk terakhir kalinya dengan Nabil ya?’ Umi mulai mengusiliku,
“Umi, ini bukan waktunya becanda” aku sedikit kesal
‘weleh weleh, ga biasanya kamu langsung cemberut, sudah bantu Umi angkat bunga dan pot yg ada didepan, Abahmu pergi ga ada yg bantuin’
“Tapi Umi,,”
‘kamu tega ninggalin umi?’ Tampang Umi memelas tapi memaksa,,hhhh
“Iya iya ,, Syifa bantuin” ketusku
‘Yg ikhlas lo ya’ Umi menegerku
Astaghfirullah, Maafkan dosa hamba yg sudah bertabiat kurang baik dengan Umi, aku langsung mencium lutut Umi dan meminta maaf, lekas kuselesaikan tugas dari Umi dan berangkat.
Semoga masih keburu Ya Allah…
Sampai disekolah jam 10, sepi, lengang, seperti tak pernah ada acara apapun, Alhamdulillah, belum dimulai, pikirku… tapi aneh, kok Abi tak terlihat ada disini?
Lalu aku bertanya pada seorang staf yg ada disana, 
“Acaranya sudah selesai” jawabnya!
Ha? Aku merasa kecewa, sangat kecewa, sedih, mataku hampir saja tak sanggup membendung air yg hendak keluar… aku berusaha menegarkan diri, La Hawla wa laa quwwata illa billahil’aliyyil ‘Adzim, sepanjang perjalan aku hanya berdzikir menenangkan diri. Abi satu satunya harapanku, setidaknya aku bisa mendengar kabar Nabil dari Abi. Deg! Astaghfirullah, kamar belum kubereskan, biasanya Umi yg memebreskannya kalau aku lupa dan buru buru. Sekejap saja tubuhku lemas membayangkan kertast itu bila ditemukan Umi dan diberikan pada Abi… kupercepat langkahku, beberapa kali tersandung dan hampir terjatuh, aku sudah tidak memikirkan Nabil lagi, aku sudah mengikhlaskannya, sudah ku kubur bersama kertas itu, tapi kertas itu! 
“Assalamualaikum, aku pulang” suaraku terengah engah dan tergopoh gopoh menuju kamar.
Tidak Ada! Kamarku sudah rapih, kakiku serasa lumpuh, aku harus bagaimana? Kukumpulkan sisa sisa tenaga dan keberanian untuk bertanya pada Umi, begitu keluar mereka duduk dengan serius di ruang keluarga, tanpa pikir panjang akupun duduk berhadapan dengan mereka! Karna aku tau itu juga yg mereka inginkan! Apakah aku kan dihakimi?
“Kamu pasti mencari ini kan?” Abi mengangkat secarik kertas yg membuatku kehabisan tenaga memikirkannya, ternyata sudah ditangan Abi.
‘Maaf Abi’ aku tertunduk menangis,
“Kenapa minta maaf?” Umi bertanya,
“Sekarang lekas buka laci yg ada di kamarmu” tambah umi,
Ada apa disana, kulangkahkan kaki dengan berat, rasanya seperti… menyeret beban yg sangat berat…
Kubuka laci, dan aku menemukan sebuah amplop, kubuka perlahan dan kubaca isinya

~~**~~“Syair Cinta Dalam Istikharahku”~~**~~
Memandangi Wajahmu Mengundang Keindahan
Berbicara Denganmu Mengundang Kegembiraan
Mendengar Ceritamu Mengundang Kesenangan
Menelusuri Pribadimu Mengundang Ketakjuban

Tapi Cinta, Izinkan Aku Menunduk

Aku Takut Buta Jika Terlalu Lama Memandangmu
Aku Takut Bisu Jika Terlalu Lama Berbicara Denganmu
Aku Takut Tuli Jika Terbuai Indahnya Ceritamu
Aku Takut Tersesat Jika Berlebihan Mengagumimu

Aku Tau Kau Adalah Perhiasan Untukku
Aku Tau Kau Adalah Pelengkap Ragaku
Aku Tau Kau Adalah Rahmat Untukku
Dan Aku Tau Kau Adalah Penyempurna Agamaku

Tapi Cinta, Izinkan Aku Menunduk

Aku Tidak Mau Merusak Perhiasanku, Bagian Ragaku, Rahmat Untukku, dan Terlebih Penyempurna Agamaku Jika Aku Tidak Menunduk!

Cinta, Bersabarlah Sampai Saatnya Tiba

Saat Kau Halal Untuk Kupandangi
Saat Berbicara Denganmu Menjadi Hikmah
Saat Mendengarmu Menjadi Tausyiah
Saat Mengagumimu Menjadi Tasykur Ilallah

Cinta, Bersabarlah Sampai Saatnya Tiba

Saat Kau Halal Menjadi Perhiasanku, Bagian Ragaku, Rahmat Untukku, dan Penyempurna Agamaku

Cinta, Bersabarlah Sampai Saatnya Tiba

Saat Aku dan Kamu Mengarungi Jembatan Hidup Ini Dengan Ridha Ilahi Menuju Tempat Keabadian yg Terindah! Ilaa Jannatullaah!

Muhammad Nabil
~~**~~**~~**~~

Bahagia yg sangat membuncah tak terkira melihat nama Nabil di akhir bait Syair Cinta ini, tangisku berderai, terluapkan begitu saja tak terbendung.
“Boleh Umi dan Abi masuk?” Kata Umi dari luar kamar memecah tangisku, segera kuseka pipiku, 
“I.. I iya umi, “ jawabku sesenggukan
“Ini Suratmu,” Abi menyodorkannya begitu saja
“Tiga hari lagi, Nabil akan datang melamarmu bersama orang tuanya, apakah kamu akan menerimanya?”
‘Tentu saja Abi, emangnya Abi ga baca puisi cintanya Syifa untuk Nabil?’ Umi memulai lagi,
Tapi kali ini aku senang mendengar keusilan Umi, Bahagiaku semakin terasa ketika Abi bertanya demikian.. Tapi Aku masih tidak percaya akan dilamar Nabil, kami tak pernah membicarakan keperibadian masing masing, kenapa? Jangan jangan benar? Rutinnya Nabil kesini adalah untuk Ta’arruf? Aku masih membisu, tak bisa berkata kata. 
“A.. apakah Abi dan Umi merestui?” Tanyaku penuh harap..
“Tentu saja” Senyum Abi dan Umi mengembang… Ya Allah… Aku langsung sujud syukur… Terima kasih ya Allah… Alhamdulillah… tangisku pecah lagi dalam sujudku… lalu aku berdiri dengan lututku, mencium lutut mereka berdua… aku bangkit dari lututku dan kupeluk mereka erat dan berkata dengan terisak
“I Iya, Syifa a akan me menerima lama rannya, ter ima ka kasih Umi Aabi” 
Kedua pundakku bergetar dan terasa basah, Abi dan Umi menangis juga…
“Lo kok Abi dan Umi menangis juga” kataku sambil menyeka air mata mereka,
“Kami Bahagia, Semoga Nabil adalah Imam yg tepat yg Allah kirimkan untukmu” Abi dan Umi bersamaan mendoakan..

Aamiin … Aamiin ya Rabbal ‘Aalamiin …

♥ Renungan Dari Cerita Seorang Ibu ♥


Kuserahkan pada Waktu


Kuserahkan pada Waktu
Posted by : Yunie Gemgi
Date : 26 Desember 2012

Pada Senin pagi yang cerah, di sebuah SMA Islam swasta yang terkenal karena siswa-siswinya yang berprestasi, sebuah langkah kaki yang mengendap diantara ratusan letusan langkah kaki, terdengar di sebuah lorong di dalam sekolah itu, sebuah langkah pelan yang tak lain dan tak bukan adalah langkah kaki milikku. Ku sengaja menelusuri lorong ini dengan langkah yang mengendap-endap, bukan karena apa. Di sini aku bukanlah siswa baru yang hendak mendaftar ke sekolah terkenal dengan rasa malu dan canggung di hadapan ratusan siswa-siswi hebat yang mengharuskanku untuk mengendap-endap sehingga tak ada yang menyadari akan kehadiranku. Bukan! Bukan semacam itu, aku hanya… yah… mungkin hanya terbiasa, hanya…
“Hey... Luthfi...!!! Ke mana aja sih dicari dari tadi.” Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari seseorang di belakang tempat ku berada. Secara refleks, ku menoleh ke arah suara terdengar. Tampak empat orang sahabatku berdiri tepat lurus di belakangku. Ku melihat salah seorang terdepan dari mereka saling melipatkan kedua tangannya di depan dadanya sambil menghentak-hentakkan kakinya ke depan ditambah lagi dengan pandangan menyeringai ke arahku, aku hanya dapat menyengir dan menggaruk-garuk kepala belakangku.
Akhirnya, dapat ditebak, kami berlima melangkahkan kaki bersama menuju kelas kami, sebenarnya sih pagi secerah ini aku mau pergi ke kantin dulu, masih malas rasanya langsung menuju kelas, tetapi mau bagaimana lagi, keempat sahabatku ini mengajakku untuk segera memasuki kelas dan dengan alasan untuk belajar bersama segera di pagi ini, karena jam pelajaran pertama ini ada ujian harian. Eh, tunggu, tetapi bukan karena itu aku berjalan mengendap-endap di lorong sekolah, bukan untuk menghindari mereka juga, mungkin aku hanya terbiasa dalam melangkah pelan tanpa menimbulkan suara. Bukan berarti apa.
Di dalam kelas, aku menatap pemandangan ke luar jendela, sungguh rasanya indah, nikmat, dan nyaman merasakannya, dari dalam sini aku dapat merasakan hawa kelembutan pepohonan rindang yang melambai-lambai ke arahku. Anganku terbuai dalam keindahan alam ini, begitu hebat dan kuasanya Sang Pencipta alam ini, dari waktu ke waktu aku masih mampu merasakan betapa semakin menakjubkan alam ini di mataku, walau banyak manusia yang semakin dan semakin banyak merusaknya, seiring ku tumbuh dewasa... Seiring ku tumbuh dewasa...? Ku mengalihkan pandanganku ke arah sahabatku yang asyik berdiskusi mengenai materi pelajaran entah apa itu di pagi secerah ini di dalam kelasku ini. Ya, kelas kami memang berbeda, aku memang masih satu kelas dengan Arif, tetapi tidak dengan yang lainnya. Walau begitu, kami sering berkumpul bersama seperti ini, ya untuk berbincang seperti ini, tetapi kali ini aku tak begitu menghiraukan percakapan mereka. Aku hanya menatap keempat cowok pandai itu. Ya, kini kami sudah dewasa, sekarang kami sudah menginjak kelas tiga SMA, dan sebentar lagi.... kami akan lulus, tentunya. Ya, tentunya kami akan berpisah. Tak terasa. Waktu yang kami jalani bersama selama ini, akhirnya akan berpisah juga. Tetapi, bagaimanapun juga, setiap pertemuan selalu ada perpisahan, bukan?
“Wuoy....” tiba-tiba temanku, Rifky, membuyarkan anganku. “Melamun saja dari tadi. Hayyoo.. mikirin siapa?”
“Halah... siapa lagi? Kayak gak tahu aja.” Arif ikutan menimpali perkataan Rifky. “Paling ya nungguin anak kelas sebelah tuh datang.”
“Iya, ya. Pantas saja dari tadi melihat keluar jendela.” Balas Rifky.
“Sebentar lagi juga kelihatan, Luth.” Kini, Handoko yang biasanya suka bercanda juga ikut-ikutan menimpali. “Eh, tuh, baru saja diomongin, orangnya masuk ke kelas sini.” Mendengar ucapannya seperti itu, entah mengapa kepalaku refleks menoleh ke arah pintu kelas. Sontak ketiga temanku itu tertawa, dan Handoko kembali berkata, “Ketahuan dah... Enggak usah malu-malu gitu sama kita-kita.”
“Huss.... kalian ini ngomong apaan aja sih...” Aku mulai angkat bicara untuk mengusir ucapan mereka yang semakin melantur.
Salah seorang temanku bernama Fandi yang sembari tadi begitu serius memelototin buku di depannya mulai tertawa perlahan dan berkata melerai, “Haha.... Sudahlah kalian ini, mukanya merah tuh.”
*****

Ya, begitulah teman-temanku, selalu ada-ada saja. Mereka selalu bisa saja. Tetapi, yah, namanya juga bersahabat seperti kami ini. Hal seperti itu bisa dianggap wajar. Aku bisa menanggapinya dengan santai, karena memang kami sudah biasa bercanda. Bukan aku saja yang diledekin seperti itu, terkadang kita juga saling meledek. Sebuah ledekan dan candaan yang tidak menyakitkan bagi kami. Yah, begitulah namanya persahabatan kami.
Dan seorang cewek yang sembari tadi mereka sebut-sebut menjurus arah padaku adalah seorang cewek cantik yang tampak anggun dalam buaian jilbabnya –setidaknya bagiku- yang bernama Diah. Cewek cantik yang memang tidak satu kelas denganku, tetapi entah mengapa sering aku lirik. Bahkan, sejak aku kelas satu SMA dahulu, walaupun kami sekelas hanya di kelas duanya saja. Dan keempat sahabatku itu mengetahuinya. Jadi tidak heran jika mereka sering meledekku dan mengait-ngaitkannya dengan sosok cewek itu. Dan seperti biasanya juga, aku bisa menanggapinya dengan santai.
Tetapi kini, kondisinya berbeda, kami sudah kelas tiga SMA, dan sebentar lagi akan lulus, dan akan berpisah tentunya. Mungkin memang benar, kita masih bisa berinteraksi dan masih bisa menjalin persahabatan, tetapi tetap saja kondisinya serasa berbeda. Terlebih lagi, setelah lulus ini, aku akan menempuh ke universitas di luar kota tempatku sekarang berada, dan tentunya akan semakin sulit untuk berkomunikasi dengan mereka. Aku juga tak tahu bagaimana dengan rencana mereka, apakah mereka akan menyebar ke tempat-tempat yang semakin berjauhan, atau bagaimana. Yang pasti, persahabatan kita akan menjadi berbeda.
*****

Hari kelulusan kami semakin dekat, tak terasa waktu berlalu terlampau cepatnya. Tinggal menghitung jari, dan UNAS pun akan kami lalui, setelah itu ...
Aku tak mengerti lagi, aku tak tahu harus berkata apa.
Siang ini, seperti biasa kami berlima sedang beristirahat dan mengobrol bersama di kantin sekolah kami. Aku dan Fandi duduk berjejeran menghadap Arif, Rifky, dan Handoko. Dan seperti biasa juga, percakapan kami melantur kemana-mana. Awalnya, aku mencoba untuk membicarakan perihal UNAS nanti dan juga rencana di masa depan kita semua. Tetapi entah kenapa, bisa-bisanya mereka mengalihkan pembicaraan. Terlebih lagi Handoko, berselang beberapa lamanya dari percakapan pokok kami, tiba-tiba ia berkata, “Eh, Luthfi, enggak menyesal tuh kamu nanti?”
Terkejut dengan pertanyaannya itu, yang entah membahas apa, segera ku balik bertanya padanya, “Menyesal apanya? Apa maksudmu?”
“Itu loh.” Jawabnya sembari mendongakkan wajahnya ke arah sesuatu di belakangku, seperti menunjukkan sesuatu. Sontak saja ku menolehkan wajahku ke sesuatu di belakangku, dengan jelas aku dapat melihat sosok Diah di sana. Dan ketiga sahabatku yang lain yang juga menoleh ke arahnya segera tertawa perlahan. Aku menatap wajahnya dalam sesaat waktu, tiba-tiba aku merasakan dia sepertinya segera menyadarinya, dan menoleh ke arah kami. Aku yang terkejut segera kembali memalingkan wajahku ke arah mereka berempat, dan berkata, “Hey... apa-apaan kamu ini?”
“Ya, benar, Luth.” Rifky ikut menimpali. “Sebentar lagi kita kan lulus, dan tentunya akan berpisah. Mungkin kamu sudah enggak dapat melihat si Diah lagi setelah ini.”
Arif terlihat berusaha menahan tawanya dan ikut berkata, “Iya tuh. Mumpung ada waktu. Kan lumayan bisa untuk memperat komunikasi kalian.”
Kemudian, ucapan Handoko yang memulai percakapan melantur ini, segera mengatakan sesuatu yang semakin menyimpang, “Iya dah. Lama! langsung ungkapin saja ...”
Tanpa memberi kesempatan lagi dia untuk meneruskan ucapannya, aku segera memotong permbicaraan, “Huss.... kalian ini jangan ngomong-ngomong yang aneh-aneh, enggak enak nih di kantin.” Kemudian aku segera menoleh ke arah seseorang di sampingku, Fandi, sahabatku dari keempat sahabat yang lain yang paling tidak aneh-aneh dan paling tidak cerewet dibandingkan yang lainnya. Aku berharap ia akan mengatakan sesuatu yang setidaknya dapat menolongku untuk terbebas dari percakapan aneh ini. “Fandi, katakan sesuatu dong. Nih... anak-anak semakin aneh saja.”
Tetapi sepertinya, jawabannya tidak seperti yang ku harapkan, ia berkata, “Kalau cowok pandai dan yang terkenal hebat di sekolah kita seperti kamu ini, ku rasa enggak bakalan di tolak dah.”
Sontak ku terkejut dan menelan dahagaku dalam-dalam, dan mencoba berkata, “Wuaduch... kalian ini ngomong apaan aja sih. Enggak adakah yang bisa membicarakan sesuatu yang lebih berharga dan lebih waras dari ini.”
Tetapi namanya juga mereka, percakapan saat itu semakin menjadi-jadi. Mereka tertawa mendengar ucapanku, kemudian Rifky segera berkata, “Sudahlah, enggak usah malu gitu, Luth.”
Handoko yang ucapannya sembari tadi semakin menyimpangkan topik, kembali berkata yang aneh, “Nanti pulang sekolah mau ku antar mendatanginya, kah?”
Aku yang mendengarnya  terkejut bukan main, dan berucap, “Hey!!!” Mereka malahan hanya tertawa melihatku. “Nanti kedengaran tahu.”
“Kan kalau tahu lebih bagus, kan? Enggak usah repot-repot mengungkapkannya.” Kata Arif diiringi dengan tawaan mereka bersama.
Sejenak ku menenangkan diri diantara keramaian mereka. Berusaha memikirkan sesuatu yang bisa mengalihkan pembicaraan ini, atau setidaknya yang dapat menolongku saat ini. Ku menjernihkan pikiranku, yang melayang entah ke mana. Handoko yang melihat gelagatku itu segera berkata, “Sudah enggak usah melamun saja, enggak usah dipikirin dah, langsung datangi saja.”
Aku tersenyum ke arah mereka, dan mereka terkejut melihat senyumku, seperti merasa aneh, kemudian aku segera bangkit dari tempat dudukku, menyanggakan kedua telapak tanganku di atas meja dan menatapi mereka satu per satu. Terlihat dengan seksama mereka memandang satu titik ke arahku. Ku tersenyum kembali menatap mereka, kemudian segera berbalik meninggalkan posisiku sebelumnya, dan meninggalkan mereka yang terdiam heran menatapku. Aku segera kembali ke kelasku, mendahului mereka yang termenung.
*****

Seusai jam pelajaran berakhir, ku melangkahkan kaki meninggalkan sekolah, mendahului keempat sahabatku itu. Jarang-jarang aku melakukan hal seperti ini, biasanya kami pergi dan pulang sekolah bersama, berjalan bergerombolan berlima diiringi candaan dan tawaan seperti orang gila. Tetapi tidak kali ini, aku berjalan sendiri meninggalkan sekolah, melangkahkan kaki diantara kerumunan langkah. Sesekali menatap, tersenyum, dan menyapa kepada teman sekolahku yang lainnya. Mereka semua berhamburan keluar seusai bel penanda pelajaran berakhir berbunyi. Ku terus berjalan sendiri tanpa ada yang menemani, hingga beberapa langkah dari sekolah, seperti yang telah ku duga sebelumnya.
Terdengar sebuah suara seseorang memanggil namaku di belakang posisiku melangkah. Empat langkah kaki berlarian kecil mendekatiku. Sudah ku duga. Itu keempat orang sahabatku. Mereka melangkah mendekatiku dan salah seorang dari mereka menepuk pundakku dari belakang. Aku menolehkan wajahku sedikit untuk melihatnya. Handoko yang menepuk pundakku itu segera berkata, “Bagaimana?” Mereka berempat segera berbaris bergerombolan mendekatiku. Seperti ada rasa penasaran di wajah mereka.
“Ya, itu tadi?” Arif segera menimpali perkataan Handoko.
“Bisa-bisanya kau menyelonong pergi dari kami tanpa mengatakan sepatah kata pada kami.” Rifky buru-buru ikut dalam percakapan.
Ku tersenyum melihat gelagat aneh mereka dan berkata dengan nada pura-pura tidak tahu, “Apanya sih? Kalian ini ngomong apaan aja sih?”
Nafas Handoko yang memburu tak menghalanginya untuk segera berbicara dengan nada cepat, “Halah... enggak usah pura-pura lupa gak sadar gitu.”
“Itu tadi loh. Percakapan kita di kantin siang ini tadi.” Rifky berkata dengan nada berusaha tenang.
“Ya, Luth. Kamu tadi jadi mengungkapkannya ke Diah?” tanya Arif padaku.
Aku hanya tersenyum dan menatap ke arah Fandi yang terdiam saja. Handoko yang tak sabaran menanti jawabanku segera memburu pertanyaan, “Jadi, bagaimana?”
Aku hanya berkata, “Bagaimana apanya?”
“Aduh.... kamu ini bagaimana sih? Diterima atau enggak?”
“Kalian ini ngomong tentang apaan sih?”
“Aduh.. Luth! Jangan mengulur dan meruwetkan masalah. Jangan berlagak bodoh gitu. Langsung saja jawab.”
Aku yang melihat gelagat aneh dari mereka, kini berganti aku yang dapat menertawakan mereka. Kemudian ku bercanda dengan mengatakan, “Coba tanya saja pada Fandi.”
Hanya dengan mengatakan hal singkat seperti itu, Handoko, Rifky, dan Arif sekilat mungkin menatap ke arah Fandi dengan mata melotot menanti jawaban. Fandi terkejut tak tahu apa, wajahnya tampak suram melihat ketiga temannya yang memelototi dirinya. Kemudian berkata, “Hah... Apa? Aku tak tahu apa-apa?”
Ketiga temanku menampakkan wajah geramnya dan kembali menatapku. Aku yang menyadari rasa penasaran mereka itu segera berjalan cepat ke depan mereka dan berbalik memandangi mereka sembari berjalan mundur perlahan. Kemudian ku tersenyum dan memandangi wajah mereka satu persatu. Ku menghela nafas sejenak untuk berkata, dan wajah mereka tampak antusias menanti jawabanku.
Segera ku berucap untuk menghilangkan rasa aneh dan penasaran mereka, “Bukankah jodoh kita ada pada takdir Tuhan? Waktu akan terus berjalan semestinya. Dan biarlah waktu yang akan menjawab semuanya.”
Mata mereka terbelalak mendengar jawabanku. Sementara mereka masih menatapku dengan bingung dan heran, ku segera melangkah mundur dengan cepat. Kemudian, ku berbalik dan berlari meninggalkan mereka, sembari melambaikan tangan kananku tanpa menatap mereka.
>>>#####<<<

Sepuluh tahun kemudian. Ya, sepuluh tahun setelah kejadian itu.
Itu adalah kejadian sepuluh tahun yang lalu, yang masih tersimpan baik dalam benakku, sebuah kenangan masa remajaku. Dan kini....
Selama itu... dengan memegang prinsip hidupku dengan baik.
Seperti yang ku katakan waktu itu.
Waktu akan menjawab semuanya.
Dan kini....
Yah... Beginilah diriku...

Kamis, 06 Desember 2012

Kisah Nyata : GADIS ITU TEWAS DALAM POSISI MENARI


Sebagai pemandi mayat selama 13 tahun di Saudi Arabia ia belum pernah melihat pemandangan seperti ini. Ketika ia membuka selimut yang menutupi mayat tersebut ia seketika pingsan. Beberapa wanita datang berusaha menyadarkannya, setelah ia sadar Fulanah segera menemui ibu si mayat tersebut dan bertanya, wahai ukhti seumur hidupku aku belum pernah melihat kondisi jasad yang demikian, aku melihat jasad putrimu dalam keadaan menari (berjoget) apa yang dilakukan putrimu di masa hidupnya??

Sang ibu dengan terisak menceritakan, bahwa putrinya semasa hidupnya menggandrungi musik dan nyanyian. Ia terobsesi dengan musik, terlebih usianya yang baru menginjak remaja (ABG) sulit bagi sang ibu untuk menasehatinya. Ia senang menonton lagu-lagu favorit yang sedang hit dalam video klips, menyukai penyanyi-penyanyi tersebut dengan penuh cinta. Hidupnya hanya di isi dengan nyanyian dan musik.

Suatu hari gadis belasan tahun itu datang dalam sebuah pesta, karena memang ia diundang oleh kawannya. Dalam sebuah pesta tentu saja didalamnya ada nyannyian dan musik. Maka ketika lagu kesayangannya dinyanyikan ia tidak dapat menahan dirinya.Mulailah ia menari (berjoget) dan bernyanyi dengan riangnya. Dalam keadaan yang sangat bersemangat itu tiba-tiba ia terjatuh dan tubuhnya membentur meja di depannya. Ia tak sadarkan diri, orang-orang di sekitarnya berusaha menolongnya dan mereka mendapati gadis itu telah tiada. Dan, tubuhnya kaku (benar-benar kaku dan keras)tidak dapat digerakkan. Dengan posisi tangan meliuk di atas kepala (sebagaimana layaknya orang berjoget).

Setelah mendengar penjelasan sang ibu, Fulanah berusaha memandikan mayat gadis malang itu ia pun berusaha memposisikan jasad sang gadis sebagaimana layaknya mayat yang akan dikafankan. Tapi, subhanallah jasad itu benar-benar kaku seperti batu, ia tidak dapat menekukkan tangan sang mayat, akhirnya ia pasrah membungkus mayat dalam keadaan sebagaimana adanya.

Jika akhir hidup manusia yang menggemari para penyanyi seperti diatas mendapatkan hukuman seperti itu, bisakah kita membayangkan bagaimana keadaan para penyanyi (artis) itu sendiri bila mereka tidak segera bertaubat kepada Allah ?

Tidakkah kita mengambil ibrah ini wahai hamba Allah?? Tidak menjadi jaminan usia yang muda tidak akan diburu ajal? Tidakkah kita takut ketika kita melakukan maksiat tiba-tiba Allah mencabut nyawa kita dengan mendadak? Berapa banyak generasi salaf takut akan kondisi diatas, mati dalam keadaan suul khatimah (akhir yang buruk).Ada diantara mereka yang senantiasa berdoa agar Allah mewafatkan mereka ketika mereka sedang sujud sehingga Allah pun mengabulkan doanya. Semoga Allah menjadikan kita senatiasa istiqamah dalam ketaatan dan mengakhiri hidup kita dengan husnul khatimah.amin.

Sumber: Daurah Syar’iyah Muslimah Mahad Darul Hidayah, Rabwa, Riyadh.
[zilzaal.blogspot,com]

***