Sabtu, 26 Oktober 2013

Download Soal TKD CPNS Kemdikbud 2013


Download Soal TKD CPNS Kemdikbud 2013

4. Tes Kemampuan Berpikir Analitis

5. Tes Karakter Pribadi

Tes karakteristik pribadi dimaksudkan untuk menilai:
1. Integritas diri;
2. Semangat berprestasi;
3. Orientasi pada pelayanan;
4. Kemampuan beradaptasi;
5. Kemampuan mengendalikan diri;
6. Kemampuan bekerja mandiri dan tuntas;
7. Kemauan dan kemampuan belajar berkelanjutan;
8. Kemampuan bekerja sama dalam kelompok;
9. Kemampuan menggerakkan dan mengkoordinir orang lain;
10. Orientasi kepada orang lain; dan
11. Kreativitas dan inovasi.

Berbagi itu indah, setiap kita bisa berbagi kepada orang lain maka kita telah melakukan kebaikan, InsyaAllah ALLAH SWT akan memberikan pahala kepada kita yang berbagiLantas kenapa kita masih saja ragu untuk berbagi kepada sesama? Jangan takut orang lain akan jadi jauh lebih pintar dari kita, justru kita harus bangga orang lain jadi tahu n jadi pintar karena ilmu yang kita berikan. Ingat guru saja tidak pelit membagi ilmunya kepada murid-muridnya. Nah kita belum ada apa-apanya terlalu pelit dengan ilmu yang minim.
So, Mari Kita Saling Berbagi ...




Selasa, 22 Oktober 2013

Cerpen Menyentuh Karya Tere Liye "Sepotong Hati Yang Baru"

Sejujurnya dulu sih aku nggak begitu mengenal sosok Tere Liye, penulis ini padahal udah menulis banyak karya yang menawan loh, novel yang keren abis, dan bahkan beberapa diantaranya telah difilmkan dan, salah satunya yaitu Hapalan Surat Delisa, nah kenapa namanya bisa Tere Liye ya? itu pertanyaan yang bergejolak di dalam hati kala itu, :D mengingatkan aku pada film india, jangan-jangan emang ia keturunan india. Hehe

Nah cerpen ini adalah karya beliau, kata-kata yang ia gunakan dalam cerita bener-bener mendalam, sehingga menyentuh dan mengena, menyuguhkan cerita dan memberikan pelajaran tentang suatu hubungan yang seharusnya tentang sepasang kekasih dan cinta yang sebenarnya.  Check it out, wajib baca 100% gak akan nyesel...







SEPOTONG HATI YANG BARU


Aku menghela nafas perlahan, bertanya perlahan, berusaha memutus suasana canggung lima menit terakhir, “Apa kau baik-baik saja?”

Alysa mengangkat kepalanya, mengangguk.

“Apa kau baik-baik saja,” Alysa balik bertanya pelan.

Aku tertawa getir. Menggeleng.

Diam sejenak. Sungguh hatiku tidak baik-baik saja.

Bulan purnama menggantung di angkasa. Senyap? Sebenarnya tidak juga. Suara debur ombak menghantam cadas di bawah sana terdengar berirama. Tetapi pembicaraan ini membuat sepi banyak hal. Hatiku. Mungkin juga hati Alysa. Rumah makan yang terletak persis di jurang pantai eksotis ini tidak ramai. Hanya terlihat satu dua pengunjung, membawa keluarga mereka makan malam. Bukan musim liburan, jadi sepi. Kami duduk berhadapan di meja paling pinggir. Menyimak selimut gelap lautan di kejauhan.

“Maafkan aku.” Alysa menggigit bibir. Tertunduk lagi.

Aku menatap wajahnya lamat-lamat.

“Tidak ada yang perlu dimaafkan. Semua sudah berlalu. Tertinggal jauh di belakang.” Aku menelan ludah. Berusaha menjawab bijak—aku tahu itu bohong, pura-pura bijaksana.

Hening lagi sejenak.

”Sungguh maafkan aku,” Alysa menyeka sudut-sudut matanya, ”Aku tidak pernah tahu akan seperti ini jadinya.”

Aku menggeleng, “Kau tidak harus minta maaf, meskipun seharusnya kau tahu, sehari setelah kau memutuskan pergi, aku lelah membujuk hatiku agar tegar, tetapi percuma. Menyakitkan. Semua itu membuat sesak. Kalimat itu mungkin benar, ada seseorang dalam hidupmu yang ketika ia pergi, maka ia juga membawa sepotong hatimu. Alysa, kau pergi. Dan kau bahkan membawa lebih dari separuh hatiku.”

Ombak menghantam cadas semakin kencang. Bulan purnama di atas sana membuat lautan malam ini pasang. Lautan yang kosong sepanjang mata memandang, menyisakan kerlip kapal nelayan atau entahlah di kejauahan. Jemari Alysa terlihat sedikit gemetar memainkan sendok-garpu.

“Kau tahu, aku melalui minggu-minggu menyedihkan itu. Dan yang lebih membuat semuanya terasa menyedihkan, aku tidak pernah mengerti mengapa kau pergi. Sesungguhnya aku tidak pernah yakin atas segalanya, aku tidak pernah baik-baik saja. Enam bulan berlalu, hanya berkutat mengenangmu. Mendendang lagu-lagu patah-hati, membaca buku-buku patah-hati. Hidupku jalan di tempat.”

“Maafkan aku.” Suara Alysa bahkan kalah dengan desau angin, matanya mulai basah menahan tangis.

“Tidak ada yang perlu dimaafkan.” Aku mendongak keluar, menatap purnama. Berusaha mengusir rasa sesak yang tiba-tiba menyelimuti hati. Sudahlah. Buat apa diingat lagi. Kemudian kembali menatap wajah Alysa, tersenyum, “Kau tahu, di tengah semua kesedihan itu, setidaknya saat itu aku akhirnya menyadari, aku tidak akan pernah bisa melanjutkan hidup dengan hati yang hanya tersisa separuh. Tidak bisa. Hati itu sudah rusak, tidak utuh lagi. Maka aku memutuskan membuat hati yang baru. Ya, hati yang benar-benar baru.”

Hening lagi sejenak.

Alysa mengangkat kepalanya, bertanya ragu-ragu, cemas, “Apakah di hati yang baru itu masih tersisa namaku?”

***

Setahun silam. Di tempat yang sama.

Bedanya tidak ada kesedihan di sana. Aku mengeluarkan kotak cincin batu bulan itu.

“Aku tahu ini bukan permata.” Tersenyum, “Hanya cincin sederhana, berhiaskan batu bulan, simbol tanggal kelahiranmu. Apakah kau suka?”

Alysa mengangguk-angguk. Tersenyum amat lebarnya. Menjulurkan tangannya. Dia mencoba memasangkan cincin tersebut. Sumringah menatap wajahku,

“Itu akan menjadi cincin pernikahan kita.”

Kalimat itu meluncur begitu saja. Aku lupa kalau selama sebulan terakhir merencanakan banyak hal. Menyiapkan prolog dan kalimat pembuka yang indah. Malam itu, menatap wajahnya, kalimat itu meluncur begitu saja.

Alysa menatapku. Matanya membulat. Mukanya memerah. Tersenyum. Kemudian tersipu mengangguk. Sungguh, malam itu berubah seperti ada seribu kembang api yang meluncur menghias angkasa. Hatiku menyala oleh rasa bahagia. Keramaian rumah makan tepi jurang lautan terasa bingar, orang-orang yang menghabiskan makanan di atas meja.

Malam itu. Setahun silam.

Dan semua mulai dikerjakan. Keluarga saling bertemu, tanggal pernikahan ditentukan, kartu undangan disebar, hal-hal kecil diselesaikan, semua berjalan begitu lancar.

Tetapi pernahkah kalian menyimak film-film. Yang ketika pasangan itu siap menikah beberapa hari lagi, salah-satu pemerannya entah kenapa bertemu dengan seseorang—biasanya seseorang itu calon mempelai perempuan. Seseorang yang terlihat begitu sempurna. Seseorang yang mengambil segalanya. Ketika kalian menonton film itu, bahkan kalian tega membela perasaan yang baru muncul di hati jagoan wanitanya. Tega berharap agar pernikahan itu tidak jadi. Berharap calon mempelai perempuan berhasil mendapatkan seseorang yang tiba-tiba muncul, amat memesona itu. Berharap cinta hebat yang tumbuh mendadak yang menang, membenarkan alasan si calon mempelai perempuan. Akui sajalah, kita selalu membela cinta model ini.

Itulah yang terjadi denganku. Persis lima hari sebelum kami menikah, Alysa bertemu dengan pria gagah itu. Dalam sebuah pertemuan yang mengesankan. Aku tidak peduli di mana, kapan, dan entahlah pertemuan itu terjadi. Tidak peduli. Sama tidak pedulinya siapa sesungguhnya pemuda itu. Yang pasti dia meremukkan seluruh kenangan indahku bersama Alysa. Menghancurkan kedekatan kami , keluarga kami, dan sebagainya dengan lima hari pertemuan. Ya Tuhan, bagaimana mungkin hal seperti ini terjadi?

Sungguh lelucon cinta yang tidak lucu.

”Maafkan aku.” Alysa berkata pelan, ”Aku, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.”

Astaga? Setelah bilang dia tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kami, Alysa juga tidak tahu apa yang sedang terjadi? Ini bencana besar, jika tidak baginya, tapi setidaknya bagi dua keluarga yang sudah menyiapkan banyak hal.

”Aku, aku mencintainya.” Alysa menghela nafas, ”Kau tahu, akan terasa, akan terasa menyakitkan kalau kita tetap menikah dengan kenyataan aku mencintainya.”

Ya Tuhan? Dia mencintainya hanya dengan pertemuan lima hari?

”Maafkan aku….” Suara Alysa bergetar, ”Kau tahu, itu seperti cinta pertama pada pandangan pertama. Aku, aku pikir semua rencana pernikahan kita keliru.”

Debur ombak menghantam cadas terdengar bagai lagu penuh kesedihan. Bukan, bukan karena semua ini tidak aku mengerti yang membuatku sakit hati. Bukan karena tiba-tiba, bukan kenapa harus terjadi lima hari sebelum pernikahan kami. Aku juga tidak mampu membenci pria itu. Apa salahnya? Aku tahu, selalu ada bagian yang tidak masuk akal dalam perjalanan cinta. Tetapi lebih karena, lihatlah, percakapan ini, aku tahu persis, separuh hatiku akan pergi. Persis seperti sebuah daun berbentuk hati, diiris paksa oleh belati tajam, dipotong dua. Aku sama sekali tidak bisa mencegahnya.

Alysa membatalkan pernikahan, begitu saja. Pakaian pengantin dikembalikan, gedung yang disewa dibatalkan, katering yang disiapkan diurungkan. Menyisakan pertanyaan-pertanyaan teman, malu di wajah keluarga, menyisakan itu semua. Itu sungguh masa-masa yang sulit.

“Kita tidak berjodoh. Maafkan aku.” Dan Alysa pergi malam itu. Di tempat yang sama ketika aku memperlihatkan cincin batu bulan itu kepadanya.

***

Aku menghela nafas perlahan, bertanya perlahan, berusaha memutus suasana canggung lima menit terakhir, “Apa kau baik-baik saja?”

Alysa mengangkat kepalanya, mengangguk.

Hening sejenak. Lebih banyak kesunyian menggantung di langit-langit rumah makan. Malam pertemuan kesekian kalinya aku dengan Alysa, malam ini, malam sekarang.

“Apakah, apakah di hati yang baru itu masih tersisa namaku.” Alysa ragu-ragu bertanya lagi, dengan suara yang semakin pelan dan semakin cemas.

Aku terdiam. Mengusap wajah kebas.

Ombak semakin kencang menghantam cadas. Berdebur.

Aku sungguh tidak menduga, setelah setahun berhasil pergi dari segala kesedihan itu. Susah-payah menyingkirkan kenangan lama yang selalu menelusuk di malam-malam senyap. Alysa mendadak kembali. Meneleponku dengan suara tersendat. Meminta kami bertemu malam ini.

Dan aku sungguh tidak mengerti mengapa aku harus menemuinya. Semua itu sudah selesai. Bangunan hubungan kami sudah hancur berkeping-keping, bahkan jejak pondasinya pun tidak ada lagi. Hanyut tercerabut setahun silam. Tetapi aku toh tetap menemuinya. Di tempat pertama kali aku mengenalnya. Di tempat dia membatalkan begitu saja rencana pernikahan kami. Di tempat kenangan kami

Alysa datang mengenakan gaun putih. Syal hijau. Matanya sembab, wajahnya sendu. Dan terisak perlahan setelah setengah jam berlalu. Alysa menceritakan banyak hal. Meski lebih banyak menahan tangis. Aku hanya diam. Dulu, setiap melihatnya menangis, aku pasti seolah ikut menangis. Bergegas berusaha menghiburnya, melucu, memberikan kata-kata motivasi, apa saja.

Malam ini, aku hanya menatap kosong ke arah lautan. Menyerahkan sapu-tangan. Lantas diam.

Apa yang harus kulakukan? Apa yang Alysa harapkan?

Ketika hati itu terkoyak separuhnya setahun lalu, aku sudah bersumpah untuk menguburnya dalam-dalam. Berjanji berdamai meski tak akan pernah kuasa melupakan. Malam ini saat Alysa bilang hubungan hebatnya dengan pria memesona itu gagal, aku sungguh tidak tahu apa yang harus kulakukan. Apa aku harus senang? Sedih? Marah? Tidak peduli? Ya Tuhan, ini semua sungguh menyakitkan.

“Apakah di hati yang baru itu masih tersisa namaku.” Alysa bertanya lagi, kali ini seperti bertanya kosong.

Aku hanya diam. Lihatlah, Alysa dicampakkan begitu saja. Itu menurut pengakuannya. Apa yang sebenarnya terjadi, aku tidak tahu. Sama tidak tahunya kenapa dia dulu tiba-tiba merasa begitu jatuh cinta dan tega membatalkan pernikahan kami. Itu bukan urusanku.

“Apakah, apakah di hati yang baru itu masih tersisa namaku.” Suara Alysa kalah oleh desau angin. Tertunduk.

Aku menggigit bibir, menggeleng, “Kau tahu, saat itu aku akhirnya menyadari, aku tidak akan pernah bisa melanjutkan hidup dengan hati yang hanya tersisa separuh. Tidak bisa. Hati itu sudah rusak, tidak utuh lagi. Maka aku memutuskan membuat hati yang baru. Ya, hati yang benar-benar baru.”

Alysa memberanikan diri mengangkat wajahnya, cemas mendengar intonasi suaraku.

“Maafkan aku Alysa, aku sudah menikah. Bukan dengan seseorang yang amat aku cintai, aku inginkan. Tetapi setidaknya ia bisa memberikanku sepotong hati yang baru. Maafkan aku. Kau lihat. Ini cincin pernikahan kami, batu giok.” Aku menelan ludah.

Hening sejenak. Alysa mematung.

Aku mengangkat bahu.

Alysa menyeka ujung-ujung matanya. Mengangguk pelan. Ia tahu persis itu simbol batu tanggal kelahiranku. Malam ini semua sungguh terasa menyesakkan. Gadis itu beringsut berdiri dari tempat duduknya, beranjak pergi. Aku menatap punggungnya hilang dari balik pintu rumah makan.

Maafkan aku Alysa, aku berbisik pelan menatap selimut gelap lautan. Melepas cincin itu. Ini bukan cincin milikku. Ini kepunyaan adikku–yang juga menyukai batu giok. Ada gunanya juga memutuskan mengenakan cincin ini sebelum bertemu dengan Alysa. Aku belum menikah. Aku selalu mengharapkan kau kembali. Selalu. Hingga detik ini. Bahkan minggu-minggu pertama kau pergi aku tega berharap dan berdoa Tuhan menakdirkan pria itu bernasib malang.

Tetapi malam ini, ketika melihat wajah sendumu, mata sembabmu, semua cerita tidak masuk akal itu, aku baru menyadari, cinta bukan sekadar soal memaafkan. Cinta bukan sekadar soal menerima apa adanya. Cinta adalah harga diri. Cinta adalah rasionalitas sempurna.

Jika kau memahami cinta adalah perasaan irrasional, sesuatu yang tidak masuk akal, tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat, luka itu akan kembali menganga. Kau dengan mudah membenarkan apapun yang terjadi di hati, tanpa tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahwa itu boleh jadi karena kau tidak mampu mengendalikan perasaan tersebut. Tidak lebih, tidak kurang.

Kenangan indah bersamamu akan kembali memenuhi hari-hariku entah hingga kapan. Itu benar. Membuatku sesak. Tapi aku tidak akan membiarkan hidupku kembali dipenuhi harapan hidup bersamamu. Sudah cukup.  Biarlah sakit hati ini menemani hari-hariku.

Biarlah aku menelannya bulat-bulat sambil sempurna menumbuhkan hati yang baru, memperbaiki banyak hal, memperbaiki diri sendiri. Apa pepatah bilang? Ah iya, patah hati tapi tetap sombong, patah-hati tapi tetap keren.

*** the end

Pelajaran apa yang bisa diambil dari cerita ini? yah tentu saja, cinta tak butuh logika, tapi cinta juga harus punya mata :) . Sekian, keep bloging.


~~~~~~~~~~~******~~~~~~~~******~~~~~~~~~~~~~~~~~


Lirik Lagu Anak-Anak (Jadul)


Lirik Lagu Anak; Susan dan Ria Enes – Si Kodok

Ada kodok rekotok rekotok
di pinggir kali rekotok rekotok
mencari makan rekotok rekotok
setiap hari rekotok rekotok

Semut kecil ngek ngoek ngek ngoek
berbaris rapi ngek ngoek ngek ngoek
mencari makan ngek ngoek ngek ngoek
sepotong roti ngek ngoek ngek ngoek

Kodok dan semut
sahabat lama
semut bilang
dok kodok bagi telurmu
kodok dan semut sahabat lama
kodok bilang
mut semut oek oek

Ada kodok rekotok rekotok
di pinggir kali rekotok rekotok
mencari makan rekotok rekotok
setiap hari rekotok rekotok

Ada kambing mbek embek mbek embek
tak pernah mandi mbek embek mbek embek
takut air mbek embek mbek embek
badannya bau mbek embek mbek embek

Kodok dan kambing
sahabat lama
kambing bilang
dok kodok jangan panggil hujan
kodok dan kambing
sahabat lama
kodok bilang
mbek embek mandi dulu

Dari semut hey sampai gajah hey
bersahabat itu tiada salahnya
dari semut hey sampai gajah hey
banyak teman pasti banyak saudara

Lirik Lagu Anak; Geofanny Arlen Tambunan - Kodok Ngorek

Kodok ngorek kodok ngorek
ngorek pinggir kali
teyot teblung teyot teblung
teyot teyot teblung

Kodok ngorek kodok ngorek
ngorek pinggir kali
teyot teblung teyot teblung
teyot teyot teblung

Kodok ngorek kodok ngorek
ngorek pinggir kali
teyot teblung teyot teblung
teyot teyot teblung

Kodok ngorek kodok ngorek
ngorek pinggir kali
teyot teblung teyot teblung
teyot teyot teblung
Kodok ngorek kodok ngorek
ngorek pinggir kali
teyot teblung teyot teblung
teyot teyot teblung
Kodok ngorek kodok ngorek
ngorek pinggir kali
teyot teblung teyot teblung
teyot teyot teblung

Enno Lerian - Alif fatha A

Alif fatha a
Alif kasro i
Alif domah u
a i u

Ba fatha ba
Ba kasro bi
Ba domah bu
Ba bi bu

Alif atas a
Alif bawah i
Alif depan u
a i u

Ba di bawah ba
Ba di bawah bi
Ba di depan bu
Ba bi bu

Mari belajar belajar membaca
Membaca Alquran
Kita belajar semenjak kecil
Agar disayang Allah
Alhamdulillah

Joshua - Balonku

Balonku ada lima (Ada lima)
Rupa-rupa warnanya (Asyik-Asyik)
Hijau kuning kelabu
Merah muda dan biru.

Meletus balon hijau DOOOR
Hatiku sangat kacau
Balonku tinggal empat
Kupegang erat-erat.

Balonku ada lima (Ada lima)
Rupa-rupa warnanya (Asyik-Asyik)
Hijau kuning kelabu
Merah muda dan biru.

Meletus balon hijau DOOOR
Hatiku sangat kacau
Balonku tinggal empat
Kupegang erat-erat.

Latihan Psikotest Kemampuan Verbal Sinonim Padanan Kata


Latihan Psikotest Kemampuan Verbal Sinonim Padanan Kata

1. Idiot =
a. Tolol           b. Pendapat
c. Ide              d. Usul
2. Reguler =
a. Senin sampai Jumat    b. Sabtu Minggu
c. Konspirasi                     d. Teratur
3. Logis =
a. Mantap        b. Akal
c. Logos            d. Masuk Akal
4. Kleptomania =
a. Penguntit     b Pencuri
c. Peminjam    d. Langganan
5. Sindikasi =
a. Kejahatan   b. Persekutuan
c. Dugaan        d. Persaingan
6. Kreasi =
a. Rencana     b. Pemikiran
c. Ciptaan       d. Program
7. Akreditasi =
a. Persamaan   b. Kelembagaan
c. Pengakuan   d. Persyaratan
8. Daya =
a. Kaya          b. Usaha
c. Mampu     d. Kekuatan

Soal-soal Psikotes Matematika dan Jawabannya

Matematika (dari bahasa Yunani: Î¼Î±Î¸Î·Î¼Î±Ï„ικά – mathÄ“matiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola,[2][3]merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran melalui metode deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian.[4] soalpsikotes matematika dan jawabannya


1. Jumlah umur ayah dan umur ibu 90 tahun. Umur ayah : umur ibu = 8 : 7.
Berapa tahun umur ayah ?
2. Seorang pedagang buah membeli 1.000 buah sawo dengan harga Rp. 150.000,00. Ia menjual sawo itu Rp.180,00 per buah. Berapa % untungnya ?
3. Adi bersepeda dengan kecepatan 15 km/jam. Jarak yang ia tempuh 37,5 km. Jika ia berangkat pukul 7.55, pukul berapa tiba di tempat yang dituju ?
4. Amir menabung di koperasi sekolah dengan mendapat bunga 15 % setahun. Apabila uang tabungan semula Rp. 90.000,00, maka setelah 1 tahun menabung dan mendapat bunga, uang tabungannya menjadi …
A. Rp. 77.500,00
B. Rp. 99.500,00
C. Rp. 102.500,00
D. Rp. 103.500,00
5. Seseorang menabung di sebuah bank sebanyak Rp.350.000,00. Setelah 1 tahun menabung dan mendapat bunga, jumlah uang tabungannya menjadi Rp. 406.000,00. Bunga yang diterima dalam 1 tahun adalah
… %
A. 8
B. 14
C. 16
D. 18

SOAL SOAL PSIKOTES MATEMATIKA DAN JAWABANNYA

6. Ayah membeli gamping (kapur) 1,5 ton, 7,5 kuintal dan 150 kg. Jumlah gamping yang dibeli ayah = … kg
A. 9.150
B. 2.400
C. 2.300
D. 2.265
7. Sebuah segi tiga siku-siku, sisi siku-sikunya 15 cm dan 20 cm. Sisi miring segi tiga siku-siku adalah … cm
A. 5
B. 25
C. 35
D. 300
8. Berapakah jumlah 47 orang dan 11 orang ?
a. 48 orang
b. 57 orang
c. 58 orang
d. 68 orang
Jawaban :
1. 48
2. 20%
3. 10.25
4. 103.500
5. 16%
6. 2400
7. 25
8. 58

soal soal psikotes matematika dan jawabannya

Semoga dengan adanya contoh soal psikotes ini, anda diharapkan mempunyai gambaran yang terkait dengan soal soal logika yang berkaitan dengan matematika, untuk tip mengerjakan soal psikotes dapat anda lihat di materi psikotes lainnya, supaya anda mengetahui gambaran tentang soal psikotes matematika. soal soal psikotes matematika dan jawabannya
Update Soal psikotes Matematika dan Logika Matematika :
8+9+0=721724
6+4+1=241112
4+9+3=361612
2+4+6=081204
hitunglah
9+9+9=
7+1+0=
3+8+8=
2+2+3=
3+7+6=

Rabu, 16 Oktober 2013

Artikel Politik Hukum : Kasus Bank Century, Hukum dan Politik


Kasus Bank Century sebagai Kasus Hukum

Banyak kasus hukum dan politik yang telah menggemparkan Indonesia. Mulai dari kasus Antasari, Cicak vs Buaya yaitu perseteruan antara Kepolisian Negara RI (Polri) dan Kejaksaan Agung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kasus Bank Century, Gayus Tambunan, dan sekarang adanya kasus Nazarudin.
Dalam hal ini yang akat diangkat jadi bahan utama analisis adalah Kasus Bank Century. Kasus yang melibatkan mantan orang nomor satu keuangan Indonesia Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ini menjadi berita utama media massa. Dimana kasus tersebut seakan selesai dengan sendirinya setelah Mulyani ditunjuk sebagai Managing Director Bank Dunia.
Barangkali ada yang mengatakan bahwa perseteruan itu belum selesai sepenuhnya karena adanya gugatan praperadilan oleh sejumlah ahli hukum terhadap surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) yang dikeluarkan oleh kejaksaan karena mereka melihat alasan yang digunakan tidak tepat. Namun pemberitaan di media dalam beberapa minggu terakhir telah beralih ke kasus Bank Century.
Kasus Bank Century merupakan kasus hukum yang disebabkan adanya dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh sejumlah pejabat pemerintah dalam mengeluarkan dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun bagi bank yang bermasalah itu.
Kasus Bank Century juga memunculkan dugaan bahwa sebagian dana talangan tadi mengalir ke sejumlah pejabat politik dan tim sukses Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. Bahkan ada organisasi kemasyarakatan (ormas) yang menyebut nama sejumlah tokoh yang menerima sejumlah uang secara terang-terangan. Tuduhan ini kemudian diadukan ke Kepolisian Daerah (Polda) Jakarta Raya untuk diproses secara hukum.
Kasus Bank Century sebagai Kasus Politik
Kasus ini berkembang menjadi isu politik karena yang membuat kebijakan tersebut adalah sejumlah pejabat pemerintah sehingga kebijakan itu menjadi kebijakan publik. Kebijakan publik yang diartikan sebagai kebijakan pemerintah adalah salah satu objek terpenting dalam politik sehingga bergulirnya kasus Bank Century menjadi isu politik adalah suatu hal yang wajar.
Isu dalam kasus Bank Century merupakan sebuah isu politik. Maka tidak selayaknya ada tuduhan politisasi isu kasus Bank Century karena kasus itu telah menjadi isu politik dengan sendirinya. Meskipun nantinya kasus Bank Century tidak terbukti merupakan pelanggaran hukum, kasus ini tetap saja merupakan kasus politik karena keputusan yang diambil oleh para pejabat keuangan dan perbankan adalah isu kebijakan publik. Katakanlah, semua pejabat terkait tidak terbukti melanggar hukum, tetapi citra politik mereka telah rusak yang memerlukan waktu panjang untuk merehabilitasinya.
Terciumnya aroma politik dari kasus Bank Century menjadi sangat kental karena yang dipersoalkan adalah uang rakyat dalam jumlah yang sangat besar. Kasus yang menggemparkan nusantara ini dengan segera membentuk opini publik di dalam masyarakat bahwa ada sejumlah tokoh penting di republik ini yang memanfaatkan dana talangan tersebut untuk kepentingan politik mereka.
Gerakan massa yang ingin menuntaskan kasus Bank Century memanfaatkan Hari Antikorupsi Sedunia pada tanggal 9 Desember 2009 yang lalu untuk menyuarakan tuntutan mereka secara gamblang. Hari itu menjadi luar biasa karena terjadi berbagai pergerakan massa di seluruh Indonesia dan tidak hanya di ibukota. Warna politik kasus Bank Century semakin mengental oleh adanya pernyataan Presiden SBY di depan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat beberapa hari yang lalu. Dalam pidatonya itu, Presiden SBY mengatakan bahwa gerakan antikorupsi telah ditunggangi oleh kepentingan politik sehingga tujuannya tidak lagi murni antikorupsi karena bertujuan menggulingkan pemerintahan Presiden SBY.
Kasus Bank Century telah menghasilkan perkembangan politik yang aneh karena telah terjadi pertentangan politik antara dua kelompok yang sama-sama ingin memberantas korupsi di Indonesia. Kelompok pertama adalah kelompok ormas yang mengadakan acara peringatan tanggal 9 Desember 2009 yang sangat bersemangat untuk mengungkap kasus Bank Century sebagai kasus korupsi yang paling baru di Indonesia.
Sejumlah anggota DPR termasuk dalam kelompok ini, baik yang termasuk dalam Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century DPR maupun tidak. Kelompok SBY dan Demokrat adalah kelompok kedua yang juga secara terang-terangan menyatakan sikap mereka yang antikorupsi dan ingin segera menuntaskan kasus Bank Century dengan membuka kasus seluas-luasnya, tetapi menaruh kecurigaan terhadap kelompok pertama.
Kedua kelompok tersebut mempunyai tujuan yang sama, tetapi terlibat dalam pertentangan politik. Adapun yang menjadi penyebab pertentangan antara kedua kelompok ini adalah perbedaan sikap menghadapi kasus Bank Century. Kelompok pertama telah menyatakan sejak awal bahwa kasus Bank Century perlu ditangani oleh DPR (melalui Pansus Hak Angket Bank Century) sebagai bagian dari usaha untuk mengungkapkan kasus Bank Century karena bagi mereka kasus tersebut telah cukup jelas.
Partai Demokrat serta beberapa partai koalisi pemerintah tidak mau membentuk Pansus Hak Angket Bank Century di DPR sebelum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan hasil auditnya. Kelompok ini kemudian menyatakan dukungannya terhadap Pansus Hak Angket Bank Century setelah Presiden SBY menyatakan dukungannya terhadap pengungkapan kasus Bank Century dan pembentukan pansus di DPR.
Alasan lainnya adalah perbedaan pandangan dalam melihat kemungkinan pelanggaran hukum oleh pejabat-pejabat pemerintah yang terkait dengan keputusan pengucuran dana talangan bagi Bank Century. Kelompok pertama merasa yakin telah terjadi pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century.
Namun terjadi sebaliknya, kelompok kedua tidak yakin telah terjadi tindakan pelanggaran hukum. Oleh karena itu mereka menolak anggapan bahwa telah terjadi aliran dana Bank Century kepada sejumlah pejabat pemerintah dan kubu Partai Demokrat. Memang harus diakui telah terbentuk opini publik bahwa telah terjadi pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century yang melibatkan dana dalam jumlah yang amat besar.
Opini publik ini diperkuat penemuan BPK yang telah melakukan audit terhadap kasus Bank Century. Hal yang menjadi permasalahannya adalah dana tersebut tidak jelas ke mana perginya dan siapa saja yang menikmatinya. Ketidakjelasan yang berkepanjangan memunculkan berbagai spekulasi di dalam masyarakat. Ketidakjelasan itu juga semakin memperkuat tuduhan sebagian warga masyarakat bahwa telah terjadi korupsi dalam jumlah yang fantastis yang berujung pada tuduhan terhadap pemerintah karena keputusan tersebut oleh pejabat-pejabat tinggi negara yang terkait dengan keuangan dan perbankan.
Oleh karena itu, perkembangan kasus Bank Century di dalam masyarakat menjurus ke arah terpojoknya pemerintah. Sangat disayangkan pemerintah bereaksi terhadap tuduhan tersebut dengan mengatakan tuduhan itu sebagai fitnah. Sikap defensif yang berlebihan yang ditunjukkan oleh pemerintah malah memperhebat pertentangan antara kedua kelompok.
Dalam hal ini tidak dapat dipungkiri opini publik yang berkembang di dalam masyarakat sudah menjurus ke arah tuduhan bersalah sehingga pejabat-pejabat terkait harus diganti. Tidak seharusnya pemerintah melakukan serangan balik dengan mengatakan tuduhan terebut sebagai fitnah atau bertujuan menjatuhkan pemerintah. Baiknya pemerintah menyikasi hal tersebut dengan dewasa. Tuduhan balik ini jelas tidak membantu dalam menenangkan masyarakat.
Tuduhan yang dilontarkan menyulut api masalah menjadi semakin besar. Pemerintah dan kader-kader Partai Demokrat tidak perlu menunjukkan kemarahan atau sikap bermusuhan dengan adanya tuduhan seperti itu. Tidak diperlukan sumpah karena kelihatannya sumpah yang dilakukan secara sendirian di depan publik telah mengalami inflasi dan menjadi bahan tertawaan.
Seharusnya yang dilakukan adalah dukungan terhadap pengusutan perkara Bank Century secepatnya, tidak hanya di Pansus Hak Angket Bank Century DPR, tetapi juga di KPK. Tentu saja bantahan terhadap tuduhan tetap perlu dilakukan. Namun bantahan haruslah mendapat support fakta dan data yang valid. Kritik tidak boleh dijawab dengan tuduhan apa pun terhadap para pengkritik seperti ingin ditunggangi.
Terhadap pengkritik terjadi serangan balik yang tidak didasarkan atas fakta selalu tidak menguntungkan pihak yang melakukan serangan balik. Tentu saja yang diinginkan oleh rakyat adalah terjaganya stabilitas politik meskipun terjadi pertentangan pendapat di antara tokoh-tokoh politik.
Komentar
Dalam menyikapi sebuah permasalahan yang berkaitan dengan Hukum dan Politik. Perlu dipahami bahwa asumsi dasar yang dipakai dalam mengkaji adalah hukum merupakan sebuah produk politik. Karakter dari dari setiap produk hukum akan sangat ditentukan oleh kekuatan politik yang melahirkannya. Dalam kasus Bank Century ini bahwa ketentuan hukum yang dilahirkan dalam menanganinya merupakan hasil dari politik. Namun dalam pengkajian kasus Bank Century perlu dipertegas bahwa kasus tersebut bukanlah hasil dari politisasi. Karena memang kasus tersebut sudah menjadi bagian dari kebijakan publik.
Pandangan bahwa hukum dalam hal ini adalah hasil dari politik berdasarkan fakta bahwa setiap produk hukum adalah hasil keputusan politik. Dalam kasus Bank Century ini keputusan yang dilahirkan dalam penyelesaiannya merupakan sebuah hasil dari pemikiran pemerintah yang dipakai untuk tujuan tertentu yang sering disebut sebagai politik. Meski tetap harus ditekan bahwa politik harus tunduk pada ketentuan hukum.
Di Indonesia sendiri fenomena terjadi dan dibuktikan dengan kasus Bank Century. Fungsi instrumental dari hukum sebagai sarana kekuasaan politik yang lebih berpengaruh dan dominan daripada fungsi-fungsi lainnya. Karakter ini muncul pada Indonesia adalah karena adanya tujuan, isi, dan substansi atas segala prosedur dalam mencapai tujuan tersebut sesuai ketentuan undang-undang.
Dalam penyelesainnya kasus Bank Century ditempuh kebijakan hukum berupa dana talangan. Hal tersebut dilakukan demi stabilitas ekonomi Indonesia. Demi menjaga Indonesia dari serangan krisis global. Selain itu langkah hukum tersebut juga demi menjaga stabilitas politik yang merupakan syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk berhasilnya pembangunan ekonomi. Dengan demikian instrumen dari penyelesaian kasus Bank Century sebagai langkah pembangunan menunjukkan hukum bukanlah tujuan. Namun terlihat jelas hukum diproduksi untuk mendukung politik. Oleh sebab itu segala peraturan maupun prosuk hukum lainnya yang tidak dapat mewujudkan stabilitas dan pertumbuhan politik harus dihapuskan. Sehingga saat ini hal tersebut malah disalahgunakan dengan pembuktian peraturan yang menjadi landasan hukum diberikannya dana talangan untuk Bank Century.
Sumber :
http://suar.okezone.com/read/2009/12/14/58/284710/kasus-bank-century-dan-politik diakses hari Minggu tanggal 18 September 2011 pukul 11:41 WIB
Mahfud MD. 1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta : Gamamedia
Tanya L, Bernard. 2005. Hukum, Politik, dan KKN. Surabaya: Srikandi

Mahkamah Konstitusi Dalam UUD NRI Pasal 24C




Indonesia adalah negara hukum sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki tujuan yang hendak dicapai yang terdapat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke empat yaitu :
  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
  2. Memajukan kesejahteraan umum
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
  4. Ikut melaksanakan keterttiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Tujuan yang ingin dicapai tersebut dijalankan berlandaskan pada Pancasila sebagai staatside (cita negara) danmodus viviandi (pedoman luhur/hidup).
Salah satu lembaga yang menjalan fungsinya untuk mencapai tujuan tersebut adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan kewenangan yang diberikan oleh UUD NRI 1945 dalam Pasal 24C yaitu berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
  1. Menguji undang-undang (UU) terhadap UUD
  2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD
  3. Memutus pembubaran partai politik
  4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (pemilu)
Selain kewenangan tersebut MK juga memiliki kewajiban memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
MK mempunyai sembilan hakim yang ditetapkan oleh Presiden yang diajukan oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden yang masing-masing mengajukan tiga orang orang. Selanjutnya Ketua dan Wakil Ketua MK dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Sebagai syarat penting bahwa hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. Hal-hal mengenai pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi serta pengaturan secara rinci mengenai MK sudah diatur dalam UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang sudah diubah dalam UU No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Profil dan Struktur Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Negara Republik Indonesia

Lembaga-Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar 1945


Yang dimaksud dengan Lembaga-Lembaga Negara adalah alat perlengkapan Negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Dasar 1945, yaitu:
  • Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satulembaga negara dalam sistem ketatanegaraanIndonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Dahulu sebelum Reformasi MPR merupakan Lembaga Negara Tertinggi, yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.
Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang, terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Tugas dan wewenang MPR antara lain:
  1. Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945), (Undang-Undang Dasar)
  2. Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
  3. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
  4. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
  5. Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
  6. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.
Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler. Setelah Sidang MPR 2003, Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat tidak lagi oleh MPR. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
  1. sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
  2. sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD
  3. sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
  1. sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
  2. sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Alat kelengkapan MPR terdiri atas:
1.      Pimpinan, Panitia Ad Hoc, dan Badan Kehormatan.
Pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam Sidang Paripurna MPR.
Pimpinan MPR periode 2009–2014 adalah:
  1. Ketua: Taufiq Kiemas (F-PDIP)
  2. Wakil Ketua: Hajriyanto Y. Thohari (F-PG)
  3. Wakil Ketua: Melani Leimena Suharli (F-PD)
  4. Wakil Ketua: Lukman Hakim Saifudin (F-PPP)
  5. Wakil Ketua: Ahmad Farhan Hamid (Kelompok DPD)
Berdasarkan UUD 1945 (sebelum perubahan), MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. Kini MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarki Peraturan Perundang-undangan. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota dari Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Undang-undang yang mengatur susunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dewasa ini ialah Undang-Undang No. 16 tahun 1969 jo. UU No. 5 Tahun 1975, tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelum amandemen adalah :
  1. Menetapkan Undang-Undang Dasar.
  2. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
  3. Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
  4. MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum habis masa jabatannya.
  • Presiden dan Wakil Presiden
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, dan dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden. (Pasal 4) Presiden berhak mengajukan RUU, dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU (Pasal 5).
Tugas dan wewenang Presiden antara lain:
  1. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU (Pasal 10).
  2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain dengan   persetujuan DPR, terutama yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi Negara (Pasal 11).
  3. Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya ditetapkan dengan UU (Pasal 12).
  4. Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13).
  5. Presiden memberikan grasi dengan pertimbangan MA, dan memberikan amnesty dan abolisi dengan pertimbangan DPR (Pasal 14).
  6. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan menurut UU (Pasal 15).
  7. Presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16).
  8. Presiden juga berhak mengangkat menteri-menteri sebagai pembantu Presiden (Pasal 17).
Dewan Perwakilan Rakyat(DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraanIndonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum, yang dipilih berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Anggota DPR periode 2009–2014 berjumlah 560 orang. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal29 Agustus 1945 di Gedung KesenianPasar Baru Jakarta yang kemudian dijadikan sebagai hari lahir DPR RI.
Dalam Sidang KNIP yang pertama dipilih pimpinan sebagai berikut:
  1. Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
  2. Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
  3. Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
  4. Wakil Ketua III : Adam Malik
Adapun pimpinan saat ini (2010) sebagai berikut:
  1. Ketua: H. Marzuki Alie, SE., MM. (Fraksi Partai Demokrat)
  2. Wakil Ketua: Ir. Taufik Kurniawan, MM. (Fraksi Partai Amanat Nasional)
  3. Wakil Ketua: Drs. H. Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golongan Karya)
  4. Wakil Ketua: Ir. H. Pramono Anung Wibowo, MM. (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
  5. Wakil Ketua: H.M. Anis Matta, Lc. (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera)
Jika dihitung sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, DPR RI saat (2010) ini adalah dewan yang ketujuhbelas. Dewan-dewan selengkapnya sebagai berikut:
  1. Dewan Pertama: Komite Nasional Indonesia Pusat (29 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950)
  2. Dewan Kedua: DPR Republik Indonesia Serikat (15 Februari 1950 – 15 Agustus 1950)
  3. Dewan Ketiga: DPR Sementara (16 Agustus 1950 – 26 Maret 1956)
  4. Dewan Keempat: DPR Pemilu 1955 (26 Maret 1956 – 22 Juli 1959)
  5. Dewan Kelima: DPR Peralihan (22 Juli 1959 – 26 Juni 1960)
  6. Dewan Keenam: DPR Gotong Royong (26 Juni 1960 – 15 November 1965)
  7. Dewan Ketujuh: DPR Gotong-Royong tanpa PKI (15 November 1965 – 19 November 1966)
  8. Dewan Kedelapan: DPR Gotong Royong – DPR Orde Baru (19 November 1966 – 28 Oktober 1971)
  9. Dewan Kesembilan: DPR Pemilu 1971 (28 Oktober 1971 – 1 Oktober 1977)
  10. Dewan Kesepuluh: DPR Pemilu 1977 (1 Oktober 1977 – 1 Oktober 1982}
  11. Dewan Kesebelas: DPR Pemilu 1982 (1 Oktober 1982 – 1 Oktober 1987)
  12. Dewan Keduabelas: DPR Pemilu 1987 (1 Oktober 1987 – 1 Oktober 1992)
  13. Dewan Ketigabelas: DPR Pemilu 1992 (1 Oktober 1992 – 1 Oktober 1997)
  14. Dewan Keempatbelas: DPR Pemilu 1997 (1 Oktober 1997 – 1 Oktober 1999)
  15. Dewan Kelimabelas: DPR Pemilu 1999 (1 Oktober 1999 – 1 Oktober 2004)
  16. Dewan Keenambelas: DPR Pemilu 2004 (1 Oktober 2004 – 1 Oktober 2009)
  17. Dewan Ketujuhbelas: DPR Pemilu 2009 (mulai 1 Oktober 2009)
Tugas dan wewenang DPR antara lain:
  1. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
  2. Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
  3. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
  4. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
  5. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
  6. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
  7. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
  8. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
  9. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
  10. Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
  11. Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi
  12. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
  13. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
  14. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
  15. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
Pada anggota DPR melekat hak ajudikasi dan legislasi yakni berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPR juga memiliki hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
Alat kelengkapan DPR terdiri atas:
Pimpinan
Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial, terdiri dari seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPR dalam Sidang Paripurna DPR.
Komisi
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.
Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing:
  1. Komisi I, membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
  2. Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria.
  3. Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, dan keamanan.
  4. Komisi IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan.
  5. Komisi V, membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan dan kawasan tertinggal.
  6. Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan usaha milik negara.
  7. Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan lingkungan.
  8. Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan.
  9. Komisi IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi.
  10. Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.
  11. Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.
Badan Musyawarah
Bamus merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan penting DPR digodok terlebih dahulu di Bamus, sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus. Bamus antara lain memiliki tugas menetapkan acara DPR, termasuk mengenai perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU).
Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR melalui Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Anggota Bamus berjumlah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari anggota DPR, berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Pimpinan Bamus langsung dipegang oleh Pimpinan DPR.
Badan Anggaran
Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang memiliki tugas pokok melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Susunan keanggotaan Badan Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi.
Badan Kehormatan
Badan Kehormatan (BK) DPR merupakan alat kelengkapan paling muda saat ini di DPR. BK merupakan salah satu alat kelengkapan yang bersifat sementara. Pembentukan DK di DPR merupakan respon atas sorotan publik terhadap kinerja sebagian anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan konflik kepentingan.
BK DPR melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik Anggota. Rapat-rapat Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPR.
Badan Legislasi
Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Tugas pokok Baleg antara lain: merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran. Baleg juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata tertib DPR dan kode etik anggota DPR.
Badan Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).
Badan Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR bertugas menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR. Salah satu tugasnya yang berkaitan bidang keuangan/administratif anggota dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan Pegawai Sekretariat Jenderal DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
BKSAP bertugas:
  1. Membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan    persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain;
  2. Menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR;
  3. Mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri;
  4. Memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama antarparlemen.
Panitia Khusus
Jika dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat membentuk panitia yang bersifat sementara yang disebut Panitia Khusus (Pansus). Komposisi keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.
DPR dalam permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang DPR membuat susunan dan keanggotaan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang beranggotakan paling sedikit tujuh orang dan paling banyak sembilan orang atas usul dari fraksi-fraksi DPR yang selanjutnya akan ditetapkan dalam rapat paripurna dengan tugas untuk penelaahan setiap temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
Komposisi DPR saat ini adalah komposisi yang berdasarkan Pemilu 2009. Anggota-anggota DPR yang terpilih berdasarkan Pemilu tersebut mengelompokkan diri kedalam fraksi-fraksi.
FraksiJumlah AnggotaKetua
Fraksi Partai Demokrat (F-PD)148Anas Urbaningrum
Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG)107Setya Novanto
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP)94Tjahjo Kumolo
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS)57Mustafa Kamal
Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN)46Asman Abnur
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP)37Hasrul Azwar
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB)28Marwan Ja’far
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra)26Mujiyono Haryanto
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura)17Ahmad Fauzi
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPR, dibentuk Sekretariat Jenderal DPR yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dan personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Jenderal DPR dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR.
Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu pelaksanaan fungsi dan tugas DPR secara profesional, dapat diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Para pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal DPR.
Keanggotaan DPR dipilih melalui pemilu. DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 19). DPR memegang kekuasaan membentuk UU, dan setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden secara bersama-sama dan selanjutnya disahkan oleh Presiden.
DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dan untuk itu DPR diberikan hak-hak interpelasi, angket, menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat serta imunitas (Pasal 20). Fungsi DPR adalah sebagai berikut:
  1. Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang.
  2. Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama presiden.
  3. Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah.
DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
  1. Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden.
  2. Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan Presiden/ Pemerintah.
  3. Hak menyampaikan pendapat.
  4. Hak mengajukan pertanyaan.
  5. Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan.
  6. Hak mengajukan usul RUU
Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU (Pasal 21). Dalam hal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu, dan pada masa persidangan DPR berikutnya Perpu tersebut harus dimintakan persetujuan DPR. Apabila DPR tidak menyetujuinya maka Perpu harus dicabut(Pasal 22). Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, dengan syarat-syarat dan tata cara yang diatur dengan undang-undang (Pasal 22B).
  • Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Visi

Visi suatu organisasi atau lembaga pada dasarnya adalah pernyataan cita-cita yang hendak dicapai atau dituju oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Secara normatif, rumusan visi tersebut menjadi pedoman dasar semua arah kebijakan, keputusan, dan tindakan yang akan dilakukan. Karena itu, visi juga merupakan pernyataan pikiran dan kehendak untuk berubah dari keadaan yang ada saat ini (das sein) ke suatu keadaan yang diinginkan (das sollen).
Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat ini masih terbentur pada satu masalah utama, yakni keberadaannya yang nisbi dan ‘serba-tanggung’ sebagai suatu lembaga legislatif. Gagasan dasar pembentukan sebagai suatu lembaga pengimbang (check and balance) kekuasaan, baik di lingkungan lembaga legislatif sendiri (DPR dan MPR RI) maupun di lembaga-lembaga eksekutif (pemerintah), belum sepenuhnya berfungsi secara optimal dan efektif.
Ada beberapa penyebab utama yang dapat diidentifikasi, setidaknya sampai saat ini, yakni:
  1. Keberadaannya sebagai suatu lembaga baru belum menemukan format kerja dan struktur kelembagaan yang memadai;
  2. Sebagian besar anggotanya adalah orang-orang baru dalam dunia politik yang belum memiliki pengalaman nyata dalam praktik-praktik sistem politik Indonesia selama ini;
  3. Batasan fungsi dan kewenangan yang ada belum memiliki kekuatan penuh dalam proses legislasi.
Berdasarkan masalah pokok dan mendasar itulah, rumusan visi DPD RI yang disepakati pada Lokakarya Perencanaan Strategis DPD RI, 30 Agustus-1 September 2005 adalah sebagai berikut :
Terwujudnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga legislatif yang kuat, setaradan efektif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Misi
Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI masa bakti 2004–2009, disepakati sebagai berikut:
  1. Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat dalam rangka memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan.
  2. Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah.
  3. Memperjuangkan penguatan status DPD RI sebagai salah satu badan legislatif dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk mengajukan usul, ikut membahas, memberikan pertimbangan, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah.
  4. Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD RI untuk memperkuat sistem check and balance melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
  5. Mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis dan strategis dengan pemilik kepentinganutama di daerah dan di pusat.
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu, setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggta DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 22C).
DPD berhak mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahasnya yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat-daerah, serta memberi pertimbangan atas RUU APBN yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D). DPD dapat melakukan pengawasan terhadap UU yang usulan dan pembahasannya dimiliki oleh DPD.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa Anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
Hak
  1. Menyampaikan usul dan pendapat;
  2. Memilih dan dipilih;
  3. Membela diri;
  4. Imunitas;
  5. Protokoler;
  6. Keuangan dan administratif.
  7. Mengamalkan Pancasila;
  8. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
  9. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
  10. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;
  11. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
  12. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah;
  13. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
  14. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
  15. Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD; dan
  16. Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.
Kewajiban
Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik legislatif Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat kekuatan mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau mandat rakyat kepada Anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah.
  • Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Dalam rangka pelaksanaan Pemilu agar terselenggara sesuai asas (Iuberjudil), maka dibentuklah sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22E). KPU selain ada ditingkat pusat, juga terdapat KPU daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
  • Bank Sentral
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,   tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan UU (Pasal 23D).
  • Badan Pengawas Keuangan (BPK)
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).

Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.
Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalamPerubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
Visi
Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang bebas, mandiri, dan profesional serta berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.
Misi
Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam rangka mendorong terwujudnya akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, serta berperan aktif dalam mewujudkan pemerintah yang baik, bersih, dan transparan.

Tujuan Strategis

  1. Mewujudkan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang independen dan professional.
  2. BPK mengedepankan nilai-nilai independensi dan profesionalisme dalam semua aspek tugasnya menuju terwujudnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.
  3. Memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan
  4. BPK bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan masyarakat pada umumnya dengan menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada pemilik kepentingan atas penggunaan, pengelolaan, keefektifan, dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara.
  5. Mewujudkan BPK sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
  6. BPK bertujuan menjadi pusat pengaturan di bidang pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang berkekuatan hukum mengikat, yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsi BPK sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
  7. Mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
  8. BPK bertujuan untuk mendorong peningkatan pengelolaan keuangan negara dengan menetapkan standar yang efektif, mengidentifikasi penyimpangan, meningkatkan sistem pengendalian intern, menyampaikan temuan dan rekomendasi kepada pemilik kepentingan, dan menilai efektivitas tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Nilai-Nilai Dasar
Independensi
BPK RI adalah lembaga negara yang independen di bidang organisasi, legislasi, dan anggaran serta bebas dari pengaruh lembaga negara lainnya.
Integritas
BPK RI menjunjung tinggi integritas dengan mewajibkan setiap pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya, menjunjung tinggi Kode Etik Pemeriksa dan Standar Perilaku Profesional.
Profesionalisme
BPK RI melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesionalisme pemeriksaan keuangan negara, kode etik, dan nilai-nilai kelembagaan organisasi.
  • Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan :
  1. Peradilan Umum pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Negeri, pada tingkat banding dilakukan olehPengadilan Tinggi dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
  2. Peradilan Agama pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama, pada tingkat banding dilakukan olehPengadilan Tinggi Agama dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
  3. Peradilan Militer pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Militer, pada tingkat banding dilakukan olehPengadilan Tinggi Militer dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
  4. Peradilan Tata Usaha negara pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha negara, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
  1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
  2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
  3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden member grasi dan rehabilitasi
Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang ketua. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden. Ketuanya sejak 15 Januari 2009 adalah Harifin A. Tumpa.
Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari sistem karier (hakim), atau tidak berdasarkan sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi.
Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, dan dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha Negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 24). MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU. Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum. Calon Hakim Agung diusulkan komisi yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan ditetapkan oleh Presiden. Ketua dan Wakil MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung (Pasal 24A).
  • Komisi Yudisial
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Anggota komisi yudisial harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24B).
  • Mahkamah Konstitusi(MK)
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Sejarah berdirinya MK diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
  1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
  2. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran olehPresiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Masa jabatan Ketua MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini sedikit aneh, karena masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun, sehingga berarti untuk masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim Konstitusi berakhir sebelum waktunya (hanya 2 tahun).
Ketua MK yang pertama adalah Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.. Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi tanggal19 Agustus 2003. Jimly terpilih lagi sebagai ketua untuk masa bakti 2006-2009 pada 18 Agustus 2006 dan disumpah pada 22 Agustus 2006 dengan Wakil Ketua Prof. Dr. M. Laica Maerzuki, SH. Bersama tujuh anggota hakim pendiri lainnya dari generasi pertama MK, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH dan Prof. Dr. M. Laica Marzuki berhasil memimpin lembaga baru ini sehingga dengan cepat berkembang menjadi model bagi pengadilan modern dan terpercaya di Indonesia. Di akhir masa jabatan Prof. Jimly sebagai Ketua, MK berhasil dipandang sebagai salah satu icon keberhasilan reformasi Indonesia. Selama 5 tahun sejak berdirinya, sistem kelembagaan mahkamah ini terbentuk dengan sangat baik dan bahkan gedungnya juga berhasil dibangun dengan megah dan oleh banyak sekolah dan perguruan tinggi dijadikan gedung kebanggaan tempat mengadakan studi tour. Pada 19 Agustus 2008, Hakim Konstitusi yang baru diangkat untuk periode (2008-2013), melakukan voting untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua MK masa bakti 3 tahun berikutnya, yaitu 2008-2011 dan menghasilkan Mohammad Mahfud MD sebagai ketua serta Abdul Mukthie Fadjar sebagai wakil ketua. Sesudah beberapa waktu sesudah itu, pada bulan Oktober 2009, Prof. Jimly Asshiddiqie, SH mengunduran diri dari anggota MK dan kembali menjadi guru besar tetap hukum tata negara Universitas Indonesia.
Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
Hakim Konstitusi periode 2003-2008 adalah:
  1. Jimly Asshiddiqie
  2. Mohammad Laica Marzuki
  3. Abdul Mukthie Fadjar
  4. Achmad Roestandi
  5. H. A. S. Natabaya
  6. Harjono
  7. I Dewa Gede Palguna
  8. Maruarar Siahaan
  9. Soedarsono
Hakim Konstitusi periode 2008-2013 adalah:
  1. Jimly Asshiddiqie, kemudian mengundurkan diri dan digantikan oleh Harjono
  2. Maria Farida Indrati
  3. Maruarar Siahaan
  4. Abdul Mukthie Fajar
  5. Mohammad Mahfud MD
  6. Muhammad Alim
  7. Achmad Sodiki
  8. Arsyad Sanusi
  9. Akil Mochtar
Namun, pada akhir 2009, Maruarar Siahaan dan Abdul Mukthie Fajar memasuki masa pensiun. Mereka kemudian digantikan oleh 2 hakim baru, yakni Hamdan Zoelva yang menggantikan Abdul Mukthie Fajar dan Fadlil Sumadiyang menggantikan Maruarar Siahaan.
MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan perselisihan hasil pemilu. MK wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil menurut UUD. MK mempunyai 9 anggota hakim konstitusi yang ditetapkan Presiden masing-masing 3 orang diajukan oleh MA, DPR, dan Presiden. Ketua dan wakil ketua MK dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan, yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat Negara (Pasal 24C0). MK dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh MA (Pasal III AP).
Saat ini masih banyak pihak belum memahami secara utuh tatanan kelembagaan negara dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga sering timbul perdebatan publik dan masalah hubungan antarlembaga negara.
Apalagi, lembaga- lembaga negara telah mengalami perubahan mendasar hasil UUD 1945 Perubahan yang tentu tidak dapat dipahami berdasarkan paradigma UUD 1945 sebelum perubahan. Perubahan mendasar yang memengaruhi tatanan kelembagaan negara adalah perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Sebelum perubahan,kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Perubahan tersebut mengakibatkan :
  1. MPR tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi.
  2. Lemmbaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 merupakan pelaksana kedaulatan rakyat sesuai dengan kedudukan,tugas,dan fungsi masing- masing.Hal tersebut mengakibatkan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/ 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi dengan/ atau antar-Lembaga-Lembaga Tinggi Negara tidak berlaku lagi. Kelembagaan negara berdasarkan UUD 1945 dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori.Pertama, lembaga-lembaga utama yang melaksanakan cabang kekuasaan tertentu. Kedua, lembaga-lembaga negara yang bukan pelaksana salah satu cabang kekuasaan, tetapi keberadaannya diperlukan untuk mendukung salah satu lembaga pelaksana cabang kekuasaan tertentu.
  3. Lembaga-lembaga yang ditentukan untuk melaksanakan kekuasaan tertentu tanpa mengatur nama dan pembentukan lembaganya.
  4. Lembaga yang ditentukan secara umum dan menyerahkan pengaturan lebih lanjut kepada undang-undang.Kelima, lembaga-lembaga yang berada di bawah presiden untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.Keenam, lembaga- lembaga di tingkat daerah. Berdasarkan pembagian fungsi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945,dapat diketahui lembaga-lembaga negara yang melaksanakan tiap kekuasaan tersebut.
Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi adalah presiden. Pemegang kekuasaan legislatif adalah DPR.Untuk kekuasaan yudikatif ditentukan pelakunya adalah MA dan MK. Selain lembaga-lembaga negara tersebut, terdapat lembaga negara lain yang diperlukan dalam penyelenggaraan negara dan kedudukannya sederajat. Lembaga negara lain tersebut adalah MPR yang memegang kekuasaan mengubah dan menetapkan UUD,BPK sebagai pelaksana kekuasaan auditif serta DPD yang walaupun tidak memegang kekuasaan legislatif memiliki peran dalam proses legislasi (co-legislator).
Dengan demikian lembaga-lembaga itu sesungguhnya adalah bagian dari organisasi pemerintahan secara nasional walaupun ada yang menjalankan fungsi legislasi di tingkat daerah.  Jika penataan lembaga negara melalui ketentuan peraturan perundang undangan telah dilakukan, setiap lembaga negara dapat menjalankan wewenang sesuai dengan kedudukan masing-masing. Hal itu akan mewujudkan kerja sama dan hubungan yang harmonis demi pencapaian tujuan nasional dengan tetap saling mengawasi dan mengimbangi agar tidak terjadi penyalahgunaan dan konsentrasi kekuasaan.
Daftar Pustaka