Rabu, 26 Desember 2012

“Syair Cinta Dalam Istikharahku”


“Syifa, Syifa kamu dimana nak?” terdengar suara Umi dari halaman depan memanggilku, ada apa ya?
“Tok Tok” ada yg mengetuk pintu kamarku,
“Ayo cepat kita sambut Para Da’i yg akan tinggal satu minggu disini 
untuk pelatihan dan membantu mengajar santri di tempat kamu kerja” suara Abi dari depan kamar
“Iya Abi” sahutku pelan
“Lo Kok suaramu gak semangat gitu?” Abi melanjutkan!
“Ini sedang siap siap Abi” sepertinya Abi tau kalau aku malas menyambut mereka, sebenarnya bukan malas sih, tapi aku takut. Takut ga bisa mengontrol diri, dan pandangan ini harus kujaga juga dari mereka. Tapi yah mau bagaimana lagi. Mereka pelatihannya di tempat aku mengajar, nanti mereka juga akan bekerja denganku disana, mau ga mau harus kenal juga kan. Bismillah. Ya Allah semoga Hamba tidak menjadi fitnah bagi mereka nantinya selama kami bekerja sama.
Setelah berjalan beberapa meter sampailah kami di Sekolah tempat aku bekerja, mereka disambut di sana, Semua pihak yg berkaitan dengan MTs Negeri Al-Muttaqin datang menyambut mereka, tak terkecuali aku. Mereka datang berlima, ditemani Pembimbing mereka. 
“Selamat datang di Sekolah kami, MTs Negeri Al-Muttaqin” Pak H. Saiful membuka percakapan sekaligus sambutan untuk mereka. Beliau adalah kepala sekolah disini. Selama beliau menyampaikan pembukaannya, aku hanya menunduk saja sambil mendengarkan beliau, karna aku ga tau harus bersikap seperti apa, memerhatikan wajah mereka satu persatu kan ga mungkin, mengobrol dengan akhwat yg lain? Juga ga mungkin, karna mereka juga menunduk dan hanya memperhatikan beliau.

“Saya persilahkan teman teman dari Pesantren Nurul Musthofa untuk memperkenalkan diri masing masing” Lanjut beliau setelah memberikan kata sambutan.
Merekapun memperkenalkan diri satu persatu dan mataku mengikuti setiap suara dari mereka dan aku menunduk lagi, dan tibalah giliran kami memperkenalkan diri.
Setelah perkenalan selesai, Kepala sekolah lagu menugaskan 5 orang staf sekolah untuk mendampingi mereka. Aku berdoa semoga namaku tidak disebut.
“Syifa, Kamu akan menemani Nabil bertugas selama seminggu ia berada disini” Ternyata, namaku yg disebut pertama kali.
“Iya Pak” Jawabku singkat.

Lalu beliau menugaskan staf yg lain untuk mendampingi yg lainnya.
“Teman teman dari Pesantren Nurul Musthofa akan tinggal di Aula Kantor Kepala Desa, sy sudah meminta izin, Alhamdulillah tidak ada kegiatan seminggu ke depan di Aula dan Beliau mengiyakan. Kami harapkan kehadiran teman teman disini bisa membimbing anak anak didik kami . Sekian dan terima kasih wassalamualaikum wr wb” Beliau menutup pertemuan ini.
Sekarang hari Pertama aku mendampingi Nabil bekerja, Semoga semuanya berjalan lancar. Aamiin ya Rabb. Bismillah!

“Abi, Umi, Syifa berangkat dulu” aku menghampiri Abi dan Umi yg sedang asik berkebun
‘Iya, Hati hati’ mereka menyahut bersamaan.
“Abi, lihat deh anak Abi kok beda ya hari ini, terlihat lebih cantik, rapih dan bersemangat” Umi menggoda Abi
Iya Umi, kan mau menemani seorang Da’I’ Abi menambahkan
“’Astaghfirullah, Umi, Abi. Saya kan biasa seperti ini setiap hari, jangan pada ngaco deh, udah mending Abi dan Umi lanjutin berkebunnya berduaan.. Assalamualaikum wr wb”’
Aku segera kabur, Ya Allah… punya orang tua usil banget sih. Tapi jadi kepikiran kata kata Umi, masa iya aku terlihat berbeda kali ini gara gara Nabil? Inikan dandanan ku setiap hari. Baju Gamis yg terlihat seperti daster lengkap dengan kaus tangan dan kaki, Jilbab besar, dan tanpa make up dan parfum. Apa iya?? Astaghfirullah, Ya Allah Ampuni Hamba… jauhkanlah pikiran semacam itu dari kepala hamba…

“Assalamualaikum” tiba tiba ucapan salam membuyarkan lamunanku di persimpangan jalan menuju sekolah.
“Waalaikumsalam” jawabku, ternyata Nabil
“Mau berangkat ke sekolah?” tanyanya lembut
“Iya Akhi” jawabku singkat sambil menunduk
“Kalau begitu saya duluan ya” ia melanjutkan seraya berlalu
Alhamdulillah, Kupikir ia akan mengajak jalan bersamaan.
Tak banyak komunikasi langsung yg terjalin, karena aku menghindari itu, sepertinya dia juga. Kami hanya berbicara seperlunya saja seputar kegiatan di Sekolah. Saya bahkan tidak menanyakan Umur atau No Hp-nya, seperti yg dilakukan staf lain dengan Da’I yg mereka bantu bahkan lebih jauh tentang latar belakang mereka.

Hari Kedua, Semoga Abi dan Umi ga Usil lagi gumamku!
“Abi, Umi. Syifa berang…kat” alangkah kagetnya aku menemukan Abi, Umi, dan Nabil sedang berbincang-bincang di taman belakang.
“Syifa, Buatkan The untuk Abi dan nak Nabil ya” Pinta Umi
“Iya Umi” aku beranjak ke dapur membuat teh, kenapa ya kok pagi pagi Nabil sudah disini? Gumamku heran.
“ Kami sedang mengobrol dengan nak Nabil. Dia kemari menanyakan seputar pengalaman Abi” Umi menjawab rasa penasaran yg terbaca jelas di wajahku, oh ternyata karna itu, kupikir ada apa pagi pagi sekali Nabil datang kerumah, memang sih Abi punya pengalaman yg banyak soal berdakwah.
“Saya berangkat ya, Assalamualaikum” aku buru buru menyela, Alhamdulillah, lolos! 
“Syifa” Deg! Ya Allah kenapa Umi manggil lgi sih?
“Berangkatnya sama nak Nabil saja” Umi menyambung, Ya Allah… Kuatkan Hamba.. Ada apa sih dengan Umi? Abi? Hhh…
“Iya Umi” Langkahkupun terhenti di halaman depan menunggu Nabil muncul dari dalam rumah.
“Ayo berangkat” katanya mendahuluiku,
“Tunggu dulu, saya sedang menunggu seseorang” kelitku, semoga ada siswa yg lewat biar kami jalan bertiga. Alhamdulillah ada Faridh, anak kelas IX yg lewat di depan rumah. Buru buru aku memanggilnya dan mengajaknya berangkat bersama kami. Sepanjang perjalanan kami mengobrol seputar pengalaman masing masing dan kegiatan di sekolah. Rasanya sedikit tenang mengobrol dengannya karna ada Faridh, meskipun begitu entah kenapa hati dan pikiran ini berkecamuk ingin menanyakan banyak hal kepada Nabil, tpi aku berusaha mengontrol diri dengan berdzikir.

Sama seperti kemarin kemarin, kami hanya berkomunikasi seperlunya saja. Menemaninya mengajar, memenuhi kebutuhan sekolah yg ia perlukan, membantunya jika kesulitan berkomunikasi dengan siswa. Tapi dia cepat akrab rupanya dengan lingkungan termasuk para siswa. Caranya mengjarpun luar biasa, tak pernah kulihat siswa seaktif ini dan cepat sekali memamhami materi yg disampaikan, meskipun aku hanya staf biasa, tapi aku juga sering mengamati gerka gerik siswa disini ketika mengantar keperluan guru ke kelas.
Keesokan harinya, Nabil datang lagi kerumah membawa dua orang siswi. Umi memintaku menemani Rani dan Farah sementara mereka mengobrol. Entah apa yg mereka obrolkan. Begitu mereka selesai kami berangkat bersamaan lagi. Seperti biasa tak banyak yg kami bicarakan, sesekali kulihat wajahnya ketika kami terdiam, Subhanallah, ternyata dri mulutnya terlihat jelas dia mengucapkan Lafazd Dzikir. Aku buru buru berpaling dan beristighfar… Ya Allah Kuatkan Hamba!

Entah mengapa aku semakin asik memandanginya mengajar, Ya Rabbi… sesekali kami dan staf beserta Da’I yg lain ke kantin bersama, hanya saja, tidak bercampur, akhwat dengan akhwat dan sebaliknya.. 

Hari ini dia mendapat tugas tambahan memberikan materi tambahan kepada siswa kelas IX, mau tidak mau aku harus menemaninya… perasaanku aneh dan aku tidak tau harus bersikap senang, sedih, biasa, atau takut? Sepertinya aku harus bersikap takut, takut kepada Allah…
Setelah jam usai; 
“Terima kasih, maaf sudah menyita waktu dan merepotkan” katanya ketika kami melangkah keluar dari kelas
‘Tak apa, ini sudah tugas saya’ jawabku pelan
“Dan Maaf, Aku tidak bisa ikut mengantar, biar mereka yg mengantarmu, kurasa itu lebih baik” katanya lagi seraya menunjuk Rani dan Fara.
‘Ya, tidak apa apa, terima kasih, Assalamualaikum, yuk Rani, Farah’ balasku seraya menggandeng tangan mereka, setidaknya aku bisa lega, bisa tidak berada didekatnya, tapi kenapa dengan Rani dan Farah lagi? Apakah mereka sudah seakrab itu? Wallahu a’lam.

Hari inipun Nabil datang, bahkan ia datang disore hari sejak kemarin. Apa tidak ada kegiatannya di Aula sehingga Nabil rutin sekali berkunjung? Apa yg Abi dan Umi obrolkan dengannya? Kenapa mereka terlihat semakin dan sangat akrab? Masa iya selalu menanyakan pengalaman Abi setiap hari kesini? Sampe bela belain ikut berkebun juga? Atau mungkin..??? jangan jangan…?? Dan segudang pertanyaan dan terkaan mencuat dari kepalaku, Lekas lekas aku beristighfar… Ya Allah jauhkan Hamba dari berburuk sangka. 

Matahari sudah mempakkan mega meganya, Nabil pun bersalaman dan pamit.
“Syifa, Antar Nabil kedepan” Pinta Umi
Lagi! Untungnya cuma sampai depan. Tapi ini kesempatan buatku untuk bertanya, tidak! Sanggupkah aku? Tidakkah itu Lancang? Ya Allah… Sejenak otakku bekerja begitu cepat sampai terasa panas dan…
“Akhi, bo.. boleh bertanya seuatu?” aku bertanya terbata
‘Ya, Silahkan’
“Maaf Sebelumnya, mungkin ini tidak layak saya tanyakan karena terkesan ikut campur. Tapi sy benar benar penasaran. Sebenarnya apa yg akhi bicarakan dengan Abi dan Umi?”
‘Aah, saya kira mau bertanya apa dengan muka tegang begitu’ jawabnya dengan senyum simpul, aku lekas menunduk, sepertinya Syaitan sudah bermain main karna entah kenapa ia terlihat… Subhanallah… Astaghfirullah… aku tak layak melanjutkannya, sesungguhnya Pujian hanya untuk-Mu ya Rabb…
‘sy bertanya tentang pengalaman Abi dan Umi, begitupun sebaliknya Ani dan Umi bertanya tentang pengalaman sy’ jawabnya singkat
“Itu saja” Sambungku cepat penuh ingin tau, Maafkan Hamba ya Rabb…
‘Tentu saja kami mebicarakan keadaan sekolah, desa, dan kegiatan kegiatan yg ada sebelum saya datang’ 
“Terus?” dengan cepat kulanjutkan sebelum ia berlalu
‘Terus… yaah itu saja, saya pamit Assalamualaikum’
“Waalaikumsalam” jawabannya yg terakhir jelas seperti ada yg disembunyikan. Terlihat jelas dari raut wajah dan senyum yg dipaksakan. Apa aku tanya Abi atau Umi? Aaah sebaiknya tidak usah, tidak baik akhwat membicarakan ikhwan dihadapan orang tua, apalagi Umi kan suka ngasi ngasi ‘Bumbu’ … tapi aku penasaran sekali… akhirnya kuputuskan mengubur rasa penasaranku dan memilih diam.

Setelah Sholat ‘Isya aku mengerjakan tugas sekolah, makan malam, lalu bersiap untuk tidur. Tiba tiba saja aku memikirkan Nabil. Jujur, dia sosok laki laki Sholeh dimataku, laki laki yg diidamkan oleh wanita sholehah. Meskipun tingkahnya misterius dan agak aneh. Tapi kekagumanku padanya terus bertambah setiap hari… Seandainya saja.. Hmmm… Ya Rabbi… Astaghfirullah, lekas ku buyarkan angan angan itu, aku beranjak dari lamunanku dan mengambil air wudhu, lalu sholat dua rekaat dan tidur.

Astaghfirullah… Mimpi apa aku barusan? Menikah dengan Nabil? Tanpa berlama lama aku langsung mengambil air wudhu dan Sholat Tahajjud, kutenangkan hati dan pikiran dengan Dzikir dan Membaca Quran, setelah itu aku berdoa;
“Ya Allah, jangan kau biarkan hamba mencintai seseorang melebihi rasa cinta hamba kepada-Mu. Jika tiba saatnya hamba merasakan cinta, maka cintakanlah hamba dengan seseorang yg mencintai-Mu melebihi apapun. Agar ia dapat membimbingku semakin dekat dengan cinta-Mu. Engkaulah satu satunya pemilik cinta yg Hakiki, Ya Allah Jauhkanlah hamba dari tipu daya Syaitan yg samar tapi nyata menjerumuskan manusia dengan memperindah maksiat”
Entah mengapa aku berdoa begini? Apakah karena mimpi barusan? Atau karena aku masih meikirkan Nabil? Atau karena perasaan kagumku yg salah kuartikan? Entahlah, aku berdoa semoga syaitan tidak ikut andil dalam hal ini…

Hari kelima, Nabil tidak datang kerumah paginya, aku juga tidak bertemu dengannya di sekolah, padahal teman temannya yg lain datang. Sorenya dia juga tak datang kerumah. Ada apa? Lagi lagi aku dibuat bingung, tapi untuk apa aku bingung? Kenapa harus memikirkannya? Sudahlah!
Malamnya aku terbangun lagi, dengan mimpi yg sama, menikah dengan Nabil. Ada apa ini ya Allah… Tanpa pikir panjang kusucikan diri dan kugelar sajadahku, akupun hanyut dalam dzikir dan tasbih.

Hari Keenam, dia tak datang kerumah maupun kesekolah. Aku jadi sering memikirkannya, melamun sedikit saja pasti langsung memikirkannya. Di sekolah aku berusaha mencari kesibukan setelah semua tugasku selesai agar tidak melamun. Tapi semua sudah beres, benar benar tidak ada pekerjaan. Akhirnya kuajak salah seorang staf untuk menemaniku sekedar ngobrol dikantin, dan aku keceplosan bertanya soal Nabil yg tak pernah kelihatan dua hari belakngan ini.
“Iya sedang sibuk di pesantren menggembleng santri baru dan mengurus surat surat dan syarat syarat yg dibutuhkan nantinya” jawabnya singkat, oh ternyata, kukira ada apa, perasaanku entah kenapa lega mendengar semua ini,
“Oya, besok perpisahan, jangan lupa datang ya” Temanku melanjutkan.
Deg! Deg! Kenapa aku merasa aneh mendengar kalimat ini, seperti tidak mau, tidak siap, dan seketika aku sedih… ya Rabbi… kuatkan hamba, jauhkan hamba dari godaan syaitan yg suka mempermainkan hati manusia dengan bisikian bisikannya yg menjerumuskan…
Aku pulang dengan wajah tidak semangat…
“Kamu kenapa” sapa Abi,
‘Capek’ jawabku malas
“’Nabil kok gak kelihatan? Dia kemana aja?”’ susul Umi dari belakang dengan khawatir seolah olah Nabil adalah anggotak keluarga ini yg dikhawatirkan karna tidak muncul 2 hari saja…
Aku menjelaskan kepada Abi dan Umi apa yg kuketahui, dan mereka langsung terlihat lega.
Aneh. Benar benar aneh. Semenjak Nabil datang, Abi dan Umi jadi aneh, bahkan aku juga jadi aneh, dasar penular virus ‘aneh’ keluhku.

Malamnya aku tak lupa bersujud menenangkan diri, berdzikir menghilangkan pikiran tentang Nabil yg terus menghantuiku. Dan sepertinya itu tidak berhasil!
Aku bermimpi menikah dengan Nabil lagi. Lekas ku berdzikir sekuat hati, mengambil air wudhu, shalat tahajjud dan istikharah. Entah darimana datangnya air mata ini tiba tiba mengucur ketika memikirkan perpisahan dengan Nabil, Ya Allah.. aku terus berdzikir sambil berdoa agar Allah mengusir jauh jauh syiatan yg akan memprkeruh suasana hatiku.. tapi tidak bisa, tetap saja aku semakin sedih dan gundah, setelah kuputusakan membaca Al Quran, aku merasa tenang, berangsur rasa damai menyelusup dalam hati.. Ya Rabb, Sungguh Al Quran adalah obat hati yg paling mujarab…

Sesaat aku termenung dan mengingat kata ustadzahku dulu,
“Ketika Akhwat jatuh Cinta, hendaknya ia banyak mengingat Allah dan berdoa dihindarkan dari godaan syaitan yg terkutuk, Perbanyak Ibadah dan kegiatan positif untuk menyibukkan diri, jika perasaan itu terlalu kuat, mintalah petunjuk kepada Allah, gelar sajadah dan dirikan istikharah. lalu tulislah ungkapan perasaan pada secarik kertas, saat menulis luapkan semuanya disana, emosi, perasaan dan pikiran. Dan jangan melupakan Allah pada tulisan itu”
Semuanya sudah kulakukan, hanya satu yg belum, menulis perasaanku pada secarik kertas..

~~**~~“Syair Cinta Dalam Istikharahku”~~**~~
Ya Allah, buanglah perasaan hamba dari Nabil jika ia bukan calon imamku, aku ingin perasaan cintaku hanya untuk imamku, aku ingin menjaga perasaan ini untuknya, perassan manusiawi yg secuil ini, perasaan manusiawi yg Kau jadikan fitrah untuk setiap insan, aku ingin menjaga perasaan ini agar tetap suci dan hanya untuk calon imamku saja.
ya Rabbi, dilubuk hatiku, aku berharap dia menjadi imamku, tapi jika kehendakMu lain, maka kumohon segera lenyapkan perasaan ini, aku tidak mau memiliki rasa cinta yg salah sasaran , jangan sampai perasaan ini berlabuh pada bukan dermaganya, jangan sampai hamba teriris pada akhirnya ketika ia mengkhitbah wanita lain.
Ya Rabbi, Cintakanlah Hamba pada orang yg Mencintaimu melebihi Apapun, orang yg dapat membimbing hamba menuju Ridho dan cintaMu yg Hakiki
Aamiin ya Rabb!
~~**~~**~~**~~

Paginya, aku buru buru berangkat ke sekolah tanpa sempat merapihkan tempatku menulis semalam, semoga saja aku tidak terlambat, 
“Abi , Umi, saya berangkat dulu” 
‘Abimu sudah pergi ke Sekolah’ Umi Menyahut, 
“Apa? Sekolah?” Aku kaget, kenapa Abi sudah disekolah sepagi ini?
‘Kenapa buru buru begitu?’ Umi bertanya
Ada perpisahan dengan para Da’I Umi”
‘Iya, Umi tau… ehmm bertemu untuk terakhir kalinya dengan Nabil ya?’ Umi mulai mengusiliku,
“Umi, ini bukan waktunya becanda” aku sedikit kesal
‘weleh weleh, ga biasanya kamu langsung cemberut, sudah bantu Umi angkat bunga dan pot yg ada didepan, Abahmu pergi ga ada yg bantuin’
“Tapi Umi,,”
‘kamu tega ninggalin umi?’ Tampang Umi memelas tapi memaksa,,hhhh
“Iya iya ,, Syifa bantuin” ketusku
‘Yg ikhlas lo ya’ Umi menegerku
Astaghfirullah, Maafkan dosa hamba yg sudah bertabiat kurang baik dengan Umi, aku langsung mencium lutut Umi dan meminta maaf, lekas kuselesaikan tugas dari Umi dan berangkat.
Semoga masih keburu Ya Allah…
Sampai disekolah jam 10, sepi, lengang, seperti tak pernah ada acara apapun, Alhamdulillah, belum dimulai, pikirku… tapi aneh, kok Abi tak terlihat ada disini?
Lalu aku bertanya pada seorang staf yg ada disana, 
“Acaranya sudah selesai” jawabnya!
Ha? Aku merasa kecewa, sangat kecewa, sedih, mataku hampir saja tak sanggup membendung air yg hendak keluar… aku berusaha menegarkan diri, La Hawla wa laa quwwata illa billahil’aliyyil ‘Adzim, sepanjang perjalan aku hanya berdzikir menenangkan diri. Abi satu satunya harapanku, setidaknya aku bisa mendengar kabar Nabil dari Abi. Deg! Astaghfirullah, kamar belum kubereskan, biasanya Umi yg memebreskannya kalau aku lupa dan buru buru. Sekejap saja tubuhku lemas membayangkan kertast itu bila ditemukan Umi dan diberikan pada Abi… kupercepat langkahku, beberapa kali tersandung dan hampir terjatuh, aku sudah tidak memikirkan Nabil lagi, aku sudah mengikhlaskannya, sudah ku kubur bersama kertas itu, tapi kertas itu! 
“Assalamualaikum, aku pulang” suaraku terengah engah dan tergopoh gopoh menuju kamar.
Tidak Ada! Kamarku sudah rapih, kakiku serasa lumpuh, aku harus bagaimana? Kukumpulkan sisa sisa tenaga dan keberanian untuk bertanya pada Umi, begitu keluar mereka duduk dengan serius di ruang keluarga, tanpa pikir panjang akupun duduk berhadapan dengan mereka! Karna aku tau itu juga yg mereka inginkan! Apakah aku kan dihakimi?
“Kamu pasti mencari ini kan?” Abi mengangkat secarik kertas yg membuatku kehabisan tenaga memikirkannya, ternyata sudah ditangan Abi.
‘Maaf Abi’ aku tertunduk menangis,
“Kenapa minta maaf?” Umi bertanya,
“Sekarang lekas buka laci yg ada di kamarmu” tambah umi,
Ada apa disana, kulangkahkan kaki dengan berat, rasanya seperti… menyeret beban yg sangat berat…
Kubuka laci, dan aku menemukan sebuah amplop, kubuka perlahan dan kubaca isinya

~~**~~“Syair Cinta Dalam Istikharahku”~~**~~
Memandangi Wajahmu Mengundang Keindahan
Berbicara Denganmu Mengundang Kegembiraan
Mendengar Ceritamu Mengundang Kesenangan
Menelusuri Pribadimu Mengundang Ketakjuban

Tapi Cinta, Izinkan Aku Menunduk

Aku Takut Buta Jika Terlalu Lama Memandangmu
Aku Takut Bisu Jika Terlalu Lama Berbicara Denganmu
Aku Takut Tuli Jika Terbuai Indahnya Ceritamu
Aku Takut Tersesat Jika Berlebihan Mengagumimu

Aku Tau Kau Adalah Perhiasan Untukku
Aku Tau Kau Adalah Pelengkap Ragaku
Aku Tau Kau Adalah Rahmat Untukku
Dan Aku Tau Kau Adalah Penyempurna Agamaku

Tapi Cinta, Izinkan Aku Menunduk

Aku Tidak Mau Merusak Perhiasanku, Bagian Ragaku, Rahmat Untukku, dan Terlebih Penyempurna Agamaku Jika Aku Tidak Menunduk!

Cinta, Bersabarlah Sampai Saatnya Tiba

Saat Kau Halal Untuk Kupandangi
Saat Berbicara Denganmu Menjadi Hikmah
Saat Mendengarmu Menjadi Tausyiah
Saat Mengagumimu Menjadi Tasykur Ilallah

Cinta, Bersabarlah Sampai Saatnya Tiba

Saat Kau Halal Menjadi Perhiasanku, Bagian Ragaku, Rahmat Untukku, dan Penyempurna Agamaku

Cinta, Bersabarlah Sampai Saatnya Tiba

Saat Aku dan Kamu Mengarungi Jembatan Hidup Ini Dengan Ridha Ilahi Menuju Tempat Keabadian yg Terindah! Ilaa Jannatullaah!

Muhammad Nabil
~~**~~**~~**~~

Bahagia yg sangat membuncah tak terkira melihat nama Nabil di akhir bait Syair Cinta ini, tangisku berderai, terluapkan begitu saja tak terbendung.
“Boleh Umi dan Abi masuk?” Kata Umi dari luar kamar memecah tangisku, segera kuseka pipiku, 
“I.. I iya umi, “ jawabku sesenggukan
“Ini Suratmu,” Abi menyodorkannya begitu saja
“Tiga hari lagi, Nabil akan datang melamarmu bersama orang tuanya, apakah kamu akan menerimanya?”
‘Tentu saja Abi, emangnya Abi ga baca puisi cintanya Syifa untuk Nabil?’ Umi memulai lagi,
Tapi kali ini aku senang mendengar keusilan Umi, Bahagiaku semakin terasa ketika Abi bertanya demikian.. Tapi Aku masih tidak percaya akan dilamar Nabil, kami tak pernah membicarakan keperibadian masing masing, kenapa? Jangan jangan benar? Rutinnya Nabil kesini adalah untuk Ta’arruf? Aku masih membisu, tak bisa berkata kata. 
“A.. apakah Abi dan Umi merestui?” Tanyaku penuh harap..
“Tentu saja” Senyum Abi dan Umi mengembang… Ya Allah… Aku langsung sujud syukur… Terima kasih ya Allah… Alhamdulillah… tangisku pecah lagi dalam sujudku… lalu aku berdiri dengan lututku, mencium lutut mereka berdua… aku bangkit dari lututku dan kupeluk mereka erat dan berkata dengan terisak
“I Iya, Syifa a akan me menerima lama rannya, ter ima ka kasih Umi Aabi” 
Kedua pundakku bergetar dan terasa basah, Abi dan Umi menangis juga…
“Lo kok Abi dan Umi menangis juga” kataku sambil menyeka air mata mereka,
“Kami Bahagia, Semoga Nabil adalah Imam yg tepat yg Allah kirimkan untukmu” Abi dan Umi bersamaan mendoakan..

Aamiin … Aamiin ya Rabbal ‘Aalamiin …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar